Karya : Neni
Oktavia
Nia dan Sari adalah sahabat sejati yang sudah akrab sejak kecil.
Hanya bedanya Sari adalah anak orang kaya yang Perusahaan orang tuanya terkenal
dimana-mana. Sedangkan Nia hanyalah anak dari seorang Petani Ladang, yang kehidupannya
sederhana. Bisa dibilang Nia anak orang miskin.
***
Sore hari anak-anak SMA pada tidak sabar karena menunggu hasil
pengumuman kelulusan. Begitu juga yang dirasakan oleh Nia dan Sari. Mereka
tidak sabar ingin melihat hasil keputusan.
“Haduuhh….tidak sabar nih pengen lihat hasilnya. Semoga saja kita
lulus ya Sar,” kata Nia.
“aamiin…iya Nia…aku sejak dari rumah sudah gemetaran,”kata Sari.
Beberapa menit kemudian orang tua wali murid pun pada keluar dari
dalam kelas. Nia pun langsung cepat-cepat membuka surat amplop itu. Dalam surat itu bertuliskan huruf besar
dengan kata “LULUS”.
“Alhamdulillah…Ya Allah…aku lulus,” ucapnya penuh rasa syukur dan
lega.
“Sari, kamu gimana? lulus kan?”
“Aku….aku….”
“Kenapa? Kamu gak lulus?” Tanya Nia yang penuh rasa takut.
“Aku lulus Nia (sambil teriak)….kita semua lulus….horeee…..”
Nia dan Sari pun penuh suka ria menyambut kelulusannya dengan sangat
gembira.
“Eh, Nia, kita jadi kan kuliah di Perguruan Tinggi yang kita
rencanakan kemarin?”
“Insya Allah Sari, kita jadi.”
***
Esoknya Nia dan Sari mendaftarkan diri untuk masuk Perguruan Tinggi
di Solo yang selama ini mereka idamkan.
Setelah beberapa hari kemudian mereka pun dinyatakan lolos diterima
di UNS.
“Alhamdlllah ya Sar, kita diterima di UNS yang kita idamkan selama ini.
Aku sangat bersyukur…akhirnya saya diterima di FKIP Matematika.”
“Iya Nia….aku sangat gembira sekali…akhirnya cita-citaku untuk masuk
jurusan Ekonomi di UNS tercapai juga.”
“Oh, iya Sar…ak harus secepatnya pulang untuk memeberi tahu ayah dan
ibu, kalo kita diterima di UNS….mereka pasti senang sekali.”
“Iya Nia, ayah dan ibuku juga pasti senang mendengar kabar ini.”
“ayo….ayo…”
Mereka pun langsung pulang untuk mengabari kedua orang tuanya, bahwa
mereka lolos diterima di UNS.
***
Sesampai di rumah, Nia begitu sangat gembira sekali dan tidak sabar
memberi tahu ayah dan ibunya. Dengan hati yang sangat senang, Nia sambil
lari-lari menuju rumah dan teriak-teriak memanggil ayah dan ibunya.
“Ayah….ibu….” teriak Nia.
“Ayah….ibu…, haduh, mereka dimana ya?”
“Ayah…ibu…”
“Iya, ibu di belakang lagi nanam singkong sama ayah,” jawab ibu Nia
sambil teriak juga.
Nia pun langsung bergegas menghampiri ibunya di belakang rumah yang
sedang menanam singkong sama ayahnya.
“Eh, ayah dan ibu di sini ya rupanya.”
“Iya, ini ibu lagi nanam singkong. Ada apa nak? Nampaknya kau
kelihatan senang sekali,” Tanya ibu Nia.
“Iya ibu, aku punya kabar gembira.”
“Kabar gembira apa nak? Coba cerita sama ayah dan ibu,” sahut ayah
Nia.
“Alhamdulillah…ayah…ibu…Nia diterima di Perguruan Tinggi UNS yang
selama ini Nia idamkan. Nia diterima di Fakultas Pendidikan Matematika yang
selama ini Nia impikan.”
Mendengar pernyataan itu ayah Nia yang tadinya mencangkul tanah,
akhirnya berhenti mencangkl dan dengan tampang wajah yang sangat kusut. Tapi
wajah yang kusut itu kembali tersenyum, namun seakan-akan senyum itu kayak
sebuah paksaan. Begitu juga dengan ibu Nia, ia pun juga hanya tersenyum kusut.
Nia yang awalnya begitu sangat gembira, tiba-tiba ia merasa ada yang ganjal di
hati Nia sewaktu melihat respon ayah dan ibunya yang hanya dengan sebuah
senyuman.
“Ayah dan ibu kok Cuma tersenym?” Tanya Nia. “Ayah dan ibu tidak
senang ya kalo Nia diterima di UNS? Atau ayah dan ibu tidak senang kalo Nia
masuk jurusan matematika?”
Ayah Nia pun berhenti memacul
sambil menghela napas panjang.
“Ayah dan ibu sangat senang nak, kalo kamu diterima di Perguruan
Tinggi yang kamu inginkan. Tapi…sepertinya ayah dan ibu tidak mampu tuk
membiayai kuliah kamu nanti nak. Ayah dan ibu tidak bermaksut menghalangi kamu
tuk meraih impianmu….tapi…ayah dan ibu hanyalah seorang petani lading yang
penghasilannya pun tidak tetap dan tidak seberapa,” jelas ayah Nia dengan suara
pelan.
Mendengar penjelasan ayahnya, Nia tak kuasa menahan air mata. Ia pun
lari menuju kamarnya dan menangis. Ia pun merasa impian dan cita-citanya tidak
bisa terwujud.
“Ya Allah, ayah dan ibu tidak bisa membiayai kuliahku…apakah
perjuanganku untuk meraih impian hanya cukup sampai disini, Ya Allah…” Tanya
hati Nia sambil menangis.
Beberapa menit kemudian setelah keadaan Nia lebih tenang, Nia pun
sambil berpikir dan berkata, “Tidak…aku tidak boleh lemah dan cengeng. Ayah dan
ibu memang tidak mampu membayar kuliahku nanti…tapi buka berarti perjuanganku
untuk menggapai impian dan cita-citaku cukup sampai disini. Hidup ini memang
keras. Aku harus kuat dan semangat. Ya…harus semangat…!!! Aku akan berusaha
cari pekerjaan untuk biaya kuliahku. Ya…harus…!!!
Kini Nia pun kembali bersemangat dari kesedihannya. Ia pun langsung
menemui ayah dan ibunya yang masih istirahat di Ladang.
“Ayah…Ibu…,” Nia tahu dan paham kalo nanti ayah dan ibu tidak mampu
membiayai kuliahku. Tapi Nia Insya Allah akan cari kerja untuk membiayai kuliah
Nia, ayah..ibu..,”
Ayah dan ibu Nia sangat terharu mendengarnya. Mereka sangat bangga
punya anak yang mau berusaha untuk mandiri dan kerja keras demi impiannya.
“Nia, kalau memang itu keputusan Nia, ayah dan ibu hanya bias
berdoa. Semoga Nia nanti dimudahkan urusannya untuk mencari kerja dan untuk
kuliah.”
“aamiin ayah….Insya allah ridho ayah dan ibu juga termasuk ridho
Allah.”
Mereka bertiga pun langsung berpelukan.
***
Keesokan harinya Nia pun bergegas untuk siap-siap mencari kerja.
Berpakaian rapi dengan jilbab yang anggun, nia pun menyambut ayah dan ibunya
yang sedang ada di dapur.
“Selamat pagi ayah…ibu…waahh…sepertinya ibu masak kesukaan Nia nih,”
sambil menyantap di meja makan.
“Iya, ibu memang sengaja masak opor ayam kesukaanmu supaya kamu
lebih semangat pagi ini…kan katanya mau cari kerja.”
“Iya ibu, doakan saja, mudah-mudahan Nia segera dapat pekerjaan,”
sambil menyantap sarapan.
“hhhhhmmm…opor ayam masakan ibu enak sekali.”
“Ngomong-ngomong Nia mau ngelamar kerja dimana?” Tanya ayah Nia.
“Mungkin nanti Nia mau cari kerja di took-toko ayah…yaahh..mau
gimana lagi. Nia kan batu lulusan SMA. Kalo untuk ngelamar kerja di
kantor-kantor mungkin malah belum bisa ayah.”
“Yaa..apapun pekerjaanya nanti disyukuri aja. Yang penting nanti
bias membagi waktu dengan kuliah.”
“Iya ayah…”, jawab Nia.
***
Usai sarapan Nia langsung pamitan dengan kedua orang tuanya dan bergegas
pergi. Dengan naik sepeda onthel yang butut, Nia mengayuh sepeda menuju ke
Toko.
“Toko yang pertama mungkin toko “Mandiri” itu yang aku tuju.
Bismillah…semangat…semangat…’”
Sesampai di took “Mandiri” Nia pun memarkirkan sepedanya, dan
bergegas masuk ke toko itu.
“Assalamualaikum…”
“Waalaikumusalam…” jawab beberapa karyawan di toko itu. “Ya mbak,
ada yang bias saya bantu?”
“Maaf mbak, disini masih menerima karyawan apa tidak ya? Saya ingin
bekerja disini.”
“Aduh, maaf mbak, disini belum ada lowongan karyawan lagi.”
“Oh..begitu ya mbak, ya sudah trima kasih.”
“Iya mbak, maaf ya…”
Nia pun bergegas pergi dari toko itu.
***
Kali ini Nia menuju toko Fashion yang kebetulan di pintu toko itu
sudah tertempel kertas yang bertuliskan “Lowongan Karyawan”.
“Alhamdulillah…sepertinya lagi membuka lowongan. Gak ada salahnya
kalo saya coba…Bismillah…”
Nia pun masuk toko Fashion itu.
“Assalamualaikum…”
“Waalaikumusalam…”
“Maaf mbak, mau Tanya. Disini apa ada lowongan karyawan ya?”
“Oh iya betul mbak. Apa mbak mau ngelamar disini?”
Iya mbak, benar. Ini surat lamaran saya mbak.”
“Oh kalo begitu tunggu sebentar ya, saya akan panggilkan Bos-nya
dulu.”
“Iya mbak, trima kasih.”
Nia pun menunggu di dekat kasir.
Setelah beberapa menit kemudian Nia dipanggil untuk menemi Bos-nya
di ruang Bos. Disini Nia diwawancarai tentang dirinya dan keminatanuntuk kerja
di toko itu.
“Kamu serius ingin kerja disini?”
“Iya buk, Insya Allah saya serius.”
“Tapi melihat surat lamaran kamu sepertinya kamu ini sambil kuliah
ya?”
“Iya buk, benar, Saya masih kuliah.”
“Aduh..kalo begitu maaf banget ya, saya membutuhkan karyawan yang
Fullday.
Mendengar pernyataan itu wajah Nia kembali lesu. Beberapa menit
kemudian Nia meninggalkan toko itu. Dan Nia mencoba mencari kerja di toko lain,
namun hasilnya sama aja alias nihil.
“Semangat…” ucap Nia dengan suara pelan dan lesu.
***
Hari sudah tampak sore, Nia pun bergegas dan berniat untuk
melanjutkan mencari kerja tuk keesokan harinya.
Setelah sampai di rumah, Nia menemui ibunya yang sedang masak
didapur.
“Ibu…”
“Eh, sudah pulang ya? Gimana ngelamar kerjanya hari ini? Kamu
diterima di toko mana nak?”
“Nia belum dapat pekerjaan buk. Di toko manapun intinya hanya butuh
karyawan yang Fullday. Sedangkan kan Nia sambil kuliah.”
Ibunya pun tersenyum sambil mengelus-elus pipi Nia.
“Tidak apa-apa nak, mungkin belum rejekinya.”
“Tapi Insya Allah Nia tidak putus asa cari kerja buk, besok Nia akan
kembali mencari pekerjaan.”
Ibunya pun langsung memeluk anaknya itu. Pelukan ibunya pun membuat
Nia semakin nyaman dan tenang. Beberapa menit kemudian, Sari teman Nia dating
ke rumah Nia.
“Tok…tok…tok…Assalamualaikum…”
“Waalaikumusalam…”, jawab Nia. “Eh…Sari…ayo masuk-masuk…”
“Tidak usah Nia, trima kasih. Aku kesini hanya untuk pamitan sama
kamu Nia”
“Haaa…? Pamitan…? Emang kamu mau ke mana Sari…?”
“Begini Nia, ayah dan ibuku sedang dapat bisnis dari Jakarta tuk 10
tahun kedepan, jadi aku harus ikut orang tuaku ke sana. Mungkin tuk kuliahku di
UNS juga akan ku batalkan Nia, dan aku akan kuliah di Jakarta.”
Mendengar penjelasan Sari, Nia pun sempat meneteskan air mata.
“Apa…? Kamu mau pindah ke Jakarta…? Plis, Sari…jangan tinggalkan
aku. Kan kita sudah sepakat akan selalu bersama-sama dalam keadaan apapun.”
“Maaf Nia, keputusan ini bukan keputusanku, tapi keputusan orang
tuaku. Ini…aku kasi boneka kesayanganku buat kamu. Kalo kamu lagi kangen aku,
kamu tinggal peluk boneka itu.”
Mereka pun berpelukan untuk yang terakhir kalinya.
“Iya Sari, …kamu hati-hati ya di sana. Kamu jangan lupa sama aku.”
“Iya Nia, aku akan selalu ingat persahabatan kita.”
Usai pamitan, Sari pun langsung meninggalkan rumah Nia. Nia pun
merelakan kepergiannya Sari, walau dirinya tak kuasa menahan air mata yang
mengalir dari matanya.
***
Keesokkan harinya Nia kembali mencari pekerjaan. Dalam ayuhan sepeda
sepanjang perjalanannya pun sambil melamun karena kesedihan yang belum hilang
di hati Nia karena ditinggal temannya itu. Tiba-tiba sebuah mobil datang dari
arah yang berlawanan dan hampir bertabrakan dengan sepeda Nia. Nia pun yang
awalnya sempat melamun langsung kaget karena ada mobil di depannya. Sehingga
membuatnya terbangun dari lamunan.
“A…a…a…a…awaaaaaaaassss….” “GUBRAAAAKKK”
Nia terjatuh dari sepedanya karna berusaha menghindari mobil itu.
Dan mobil itu juga sempat berhenti karna melihat Nia terjatuh.
“Aduuuuuuhhh….pinggangku sakit…” rintihan Nia.
“Ya ampun….adek tidak apa-apa…?” Tanya pengemudi mobil itu.
“Iya tidak apa-apa buk, ini pinggangku hanya sedikit sakit karna
tertubruk sepedaku.”
“Ada yang luka tidak dek? Kalo ada, ayo saya antar kamu ke rumah
sakit.”
“Oh…tidak buk, Alhamdulillah tidak ada buk, trima kasih.”
“Oh…syukur lah kalo begitu. Emangnya adek ini mau kemana sih, biar
ibuk antar. Nanti sepedamu kita masukkan di mobil ibuk.”
“Ini buk, saya mau cari kerja. Sejak kemarin saya sudah cari kerja
seharian di sana sini, tapi belum dapat buk…”
“Oh…cari kerja ya? Anak seusia kamu kok sudah berkeinginan mau cari kerja? Memangnya orang tua kamu
tidak bekerja?”
“Emmmm…saya mau cari kerja buat biaya kuliah saya buk. Orang tua
saya hanyalah seorang Petani lading yang penghasilannya pun tidak tetap dan
tidak seberapa. Mereka tidak mampu membiayai kuliah saya. Makanya saya ingin
sambil bekerja buk, biar saya bisa kuliah. Tapiu sayangnya…sejak kemarin saya
cari kerja di toko sana sini hanya membutuhkan karyawan yang Fullday. Jadi
tidak bisa sambil kuliah,” tutur Nia panjang lebar.
Seorang pengemudi mobil itu sangat terharu mendengar cerita Nia.
“Oh, iya dek. Kebetulan di Restoran ibuk lagi ada karyawan yang baru
keluar. Kalo kamu mau, kamu bisa menggantikannya. Yaaaahhh…pekerjaannya sih
hanya bersih-bersih saja, seperti nyapu, ngepel, cuci piring, bersihin meja
makan, bersihin kaca….yaaa semacam itulah pekerjaannya, dan kebetulan kerjannya
shift, jadi bisa kamu sambil kuliah.”
Mendengar tawaran ibuk itu, Nia pun yang tadinya merasa pinggangnya
sakit, kini sudah tidak terasa lagi, karna terobati dengan kegembiraan atas
pekerjaan yang ia dapat.
“Alhamdulillah…iya buk, saya mau banget bekerja di tempat ibuk.
Alhamdulillah…trima kasih ya Allah…”, ucap Nia penuh rasa syukur.
“Iya dek…sama-sama. Kamu bisa mulai bekerja besok. Oh ya…siapa nama
kamu..?”
“Oh, nama saya Nia buk…”
“Oh, Nia ya…? Nama saya ibuk Winda. Ini kartu nama saya. Di sini
sudah ada alamat restoran saya. Besok kamu bisa datang ke alamat ini.”
Ibu Winda pun memberikan kartu namanya yang tertera alamat
Restorannya itu.
“Baik buk, Insya Allah besok saya akan datang,”
“Iya…ibuk tunggu ya…, oh ya, ayo ibuk antar kamu pulang…”
“Oh, tidak usah buk…trima kasih. Pinggang saya sudah tidak sakit
lagi, jadi saya bisa pulang sendiri.”
“Oh, kalo begitu ibuk pamit dulu dan sampai ketemu besok…”
“Iya buk, sekali lagi trima kasih…”
***
Nia pun juga pulang dalam keadaan gembira karna mendapat pekerjaan.
Ia pun tidak sabar ingin cepat-cepat mengabari ayah dan ibunya.
“Assalamualaikum…ayah…ibu…”
Ibunya Nia yang sedang memasak di dapur pun menjawabnya.
“Waalaikumusalam…oh, sudah pulang nak..? nampaknya kamu gembira
sekali…? Ayo cerita sama ibu.”
“Iya buk, Nia sangat gembira sekali karna Nia sudah dapat pekerjaan
buk, Alhamdulillah pekerjaanya shift, jadi Nia bisa sambil kuliah.”
“Alhamdulillah…syukurlah, kalo anak ibu dapat kerja. Ngomong-ngomong
kamu kerja dimana…?”
“Nia kerja di Restoran buk, Insya Allah pemilik Restorannya orangnya
baik hati.”
“Oh…syukurlah kalo begitu.”
***
Dari pekerjaan yang Nia dapat, kini Nia sudah bekerja sambil kuliah.
Tiap pagi Nia berangkat kuliah dengan sepeda kesayangannya dan kalo siang ia
pun langsung bekerja. Nia pun tak pernah merasakan susah, walau pekerjaannya
sangat melelahkan. Tapi ia sangat semangat, karna ia merasa bangga bisa kuliah
dengan jerih payahnya sendiri.
***
6 Bulan Kemudian
Malam hari sesampai di rumah selepas ia bekerja, Nia pun
menyandarkan tubuhnya di kursi, karna kelelahan seharian bekerja. Kemudian ada
bunyi ketokan pintu.
“Tok…tok…tok…selamat malam…”
“Iya selamat malam…”
Nia langsung membukakan pintu itu. Dan ternyata yang datang adalah
Tukang pos.
“Oh, pak pos ya…?”
“Selamat malam mbak…? Apa betul di sini rumahnya Nia…?”
“Oh iya betul pak. Saya sendiri yang bernama Nia, ada apa ya pak..?”
“Ini ada kiriman buat mbak Nia, dan silahkan tanda tangan sebagai
bukti serah terimanya.”
Seusai Nia tanda tangan, tukang pos itu langsung pergi meninggalkan
rumah Nia. Dan kiriman itu berupa sebuah amplop yang berisi uang dan selembar
surat. Lalu Nia membuka amplop itu dan mengambil suratnya, kemudian membacanya.
To: Nia
Sahabatku Nia, apa kabar?
Semoga kamu baik-baik saja. Nia, kau adalah temanku yang paling baik yang
selama ini kenal sejak kecil. Aku sadar kalau aku memang anak orang kaya. Namun,
aku bukanlah orang yang beruntung seperti kamu. Satu bulan yang lalu aku
mengalami kecelakaan. Kini kedua kakiku sudah diamputasi. Dan kedua mataku pun
sudah tidak bisa melihat. Dan dokter pun sudah memvonis aku kalau umurku
tinggal 2 minggu lagi. Tetapi, kamu yang mungkin hanyalah orang sederhana,
namun kamu masih bisa merasakan hidup yang indah dan berkesempatan tuk meraih
cita-cita. Maka dari itu, kamu tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan itu.
Teruslah semanagat dalam berjuang. Nia, ini aku titipi sebuah uang untuk biaya
kuliahmu nanti. Uang ini adalah tabunganku. Karna sekarang aku sudah tidak
membutuhkannya lagi. Insya Allah uang ini cukup untuk kuliahmu samapi kamu
lulus nanti. Karna aku sudah tidak ada harapan lagi untuk meraih cita-cita.
Jadi kamu harus bisa meraih impian dan cita-citamu. Selamat berjuang Nia,
semoga Allah selalu meridhoi langkahmu. Aamiin…
Sahabatmu,
Sari
Membaca surat itu, Nia tak tahan menahan air matanya. Kini ia jadi
sadar, atas kenikmatan yang Allah berikan selama ini. Karna setiap hembusan
napas kita itulah merupakan kenikmatan dari Allah. Dan ia juga sadar, bahwa
harta dan kekayaan itu bukanlah segala-galanya. Dan Nia pun juga berjanji akan
menggunakan uang itu sebaik-baiknya untuk kuliah sampai ia lulus kuliah nanti.
*Penulis lahir di Sukoharjo, 5 Oktober 1992. Saat ini Penulis masih
menempuh kuliah di Perguruan Tinggi Universitas Veteran Bantara Sukoharjo,
Semester 4 masuk ke semester 5, Jurusan FKIP Matematika. Penulis saat ini masih
aktif di Tim Reporter majalah wanita MTA “Al Mar’ah” sebagai salah satu
Reporter. Penulis juga aktif sebagai Tim Testimoni dari Forum Penulis (ForPen)
234 yang di koordinatori oleh Eka Mega Cyntia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar