Senin, 27 Oktober 2014

Mengapa Mahasiswa Masih Percaya Mitos?


Oleh : Rafiah*
Mitos tumbuh dalam diri manusia seiring dengan pertumbuhannya. Mitos itu seperti tanaman. Ia tumbuh karena ada yang menanamnya. Orang tualah yang menanam mitos dalam diri seorang manusia, khususnya pada mahasiswa ketika berada di masa kanak-kanak. Mitos adalah sebuah tradisi turun-temurun yang tidak bisa dihapuskan meski dengan berbagai cara. Langkah untuk menghapus mitos justru membuat mitos kian mengalir mengikuti laju hidup manusia.

           Kini zaman telah berubah. Manusia kini telah bertemu dengan “sang ilmiah”. Banyak hal yang awalnya hanya sebuah dugaan perlahan-lahan terpatahkan oleh bukti dan fakta yang membuatnya tampak logis. Banyak yang mulai mengikuti laju zaman namun banyak pula yang masih terus terkungkung dalam mitos sebab takut akan ancaman seram dari mitos itu sendiri. Sebut saja mengenai mitos hari lahir di kalender Jawa atau istilahnya weton. Mahasiswa mungkin saja mulai tidak mempercayai tradisi weton tersebut. Namun, karena takut kualat maka mereka tak berani berpikir secara logis. Lalu apa ruginya bila melupakan tradisi tersebut?
            Mahasiswa berperan penting pada hal sederhana seperti ini. Hal yang tampak sederhana juga dapat menuai sikap yang kurang mendukung pada perkembangan. Budaya memang wajib untuk dijaga namun perlu dipilah pula manakah budaya yang tepat untuk dipegang dan tidak mengandung mitos. Apabila diperhatikan, hampir semua nilai kebudayaan baik tarian tradisional, tempat bersejarah, lagu daerah di Indonesia memiliki sejarah tersendiri yang apabila dipikirkan secara logis jelas tidak masuk akal. Bagaimana peran mahasiswa untuk mengatasi fenomena tersebut?
            Mahasiswa merupakan seorang agen perubahan. Seperti saat ini mitos yang paling populer adalah larangan untuk tidak memiliki hajatan di bulan Suro lantaran dikhawatirkan sang pengantin akan mengalami malapetaka apabila pernikahan dilaksanakan di bulan Suro. Namun, ada segelintir orang yang nekat melakukan hajatan di bulan Suro dan ternyata tak mengalami malapetaka yang menakutkan seperti yang orang-orang perbincangkan. Hal itu sebagai bukti tersendiri bahwa mitos memanglah bukan tumpuan, karena bangsa Indonesia sendiri merupakan bangsa beragama maka dilarang percaya kepada mitos. Mitos tersebut secara tidak langsung akan mendorong kembali kepada kemunduran. Maka sudah sepantasnya mahasiswa tak lagi menggubris tentang mitos dan justru melakukan banyak pembuktian akan tidak berlakunya mitos kepada seluruh rakyat Indonesia. Hal itu juga sebagai langkah menuju Indonesia maju dan anti takhayul.
* Rafiah merupakan mahasiswi jurusan Agrobisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar