Saya
Sutarmi, lahir di kebumen 43 tahun yang lalu. Empat puluh tiga tahun bukanlah
usia yang muda lagi. Di usia menjelang senja tersebut saya baru memahami akan
makna ajaran Islam. Ternyata banyak hukum-hukum Islam yang belum saya ketahui
meskipun, sejak lahir saya dilahirkan dari rahim seorang muslim. Orang tua saya
menganut agama Islam, sayangnya beliau tak pernah sekalipun mengajarkan tentang
Islam yang murni kepada saya. Keterbatasan dan kedangkalan pengetahuan tentang
Islam membuat Islam hanyalah suatu jawaban klasik apabila ada orang bertanya
tentang agama yang dianut.
“Apa
agama bapak dan ibu?”
“Islam”
Kurang
lebih seperti itulah, Islam hanyalah jawaban yang dilontarkan ketika ada orang
bertanya tentang keyakinan. Islam tak dimaknai sebagai sebuah agama yang
memiliki ajaran sungguh mulia. Hanya sebatas tulisan yang ada di KTP, hanya
sebatas ikut kebanyakan manusia, dan sangat disayangkan seribu kali orang tuaku
tak mengetahui betapa indahnya Islam mengatur kehidupan ini. Dan aku pun hanya mengikut mereka, menjadi
pengekor yang bodoh tanpa pernah bertanya kenapa bisa begini? dan kenapa bisa
begitu? lalu apa dasar hukumnya?. Kebodohan membuat saya tak tahu mana ajaran
Islam yang benar dan mana ajaran Islam yang telah ditambah-tambahi oleh
orang-orang yang sok pintar. Aku tak marah, hanya menyesali diri saja kenapa
baru di usia ini saya sadar akan semua keganjilan amalan yang selama ini saya
lakukan dengan atas nama ajaran Islam katanya. Kata siapa? kata ustadz yang
pernah saya percaya membimbing saya bertahun-tahun. Begini ceritanya…
Dulu
saya pernah mengikuti suatu kajian mengatasnamakan Islam, kurang lebih 4 tahun
saya ikuti. Selama itu juga saya berada dalam pusaran kesesatan. Beberapa
ajarannya membuat saya merasa aneh sebagai muslim. Dalam kajian tersebut tidak
memperbolehkan perempuan berjilbab, sehingga semua yang datang dalam kajian pun
berpakaian bebas. Perempuan-perempuan hanya mengenakan rok mini, baju tanpa
lengan, tanpa kerudung sehelaipun itu hal biasa dalam kajian. Tidak hanya itu
saja, selama 4 tahun itu pula saya diajarkan oleh ustadz dalam kajian tersebut bahwa
perempuan haid diperbolehkan melakukan hubungan seksual dengan suaminya. Ganjil
memang, sebenarnya sedikit-sedikit saya tahu tentang adab berpakaian karena teringat pelajaran agama ketika SD dan
SMP dulu. Namun saya tetap berlanjut menimba ilmu di kajian tersebut bersama
suami. Entah setan mana yang telah membisiki kami berdua, hingga saya bertahan
cukup lama di kajian. Bayangkan 4 tahun itu bukan waktu yang sedikit.
Selama
4 tahun itu pula, pihak pengajian memungut biaya hingga jutaan rupiah kepada
kami dengan memaksa. Sampai-sampai ketika anak kami sakit, kami tak mampu
membayar biaya Rumah sakit dikarenakan uang telah habis terkuran untuk
disetorkan ke pengajian. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, kami menderita.
Hingga akhirnya saya dengan tegas keluar dari ajaran sesat tersebut. Saya
bertaubat… ya, saya bertaubat!!!
Suatu
hari suami saya mengabarkan bahwa ada gelombang radio bagus yang menyiarkan
kajian al-qur’an dan sunnah yaitu gelombang radio MTA (Majlis Tafsir Al-Qur’an).
Awalnya saya menentang karena isinya tidak sesuai dengan kebiasaan masyarakat
dikampung saya.
“Apa…!
orang mati cuma digeletakin gak ada selamatan??”
“Mereka kan mati gak hidup lagi, masak iya ndak dibuatkan
rumah layak beratap dan beralas, masak nggak boleh di kijing?”
Setelah
saya dengarkan berulang-ulang, keyakinan akan kebenaran yang disampaikan
melalui radio MTA mulai tumbuh, yang membuat saya yakin adalah setiap yang
diajarkan semua ada dasarnya di al-qur’an dan hadist. Melalui radio inilah saya
mendapat pencerahan tentang Islam. Saya dan suami mulai kehidupan baru. Saya
belajar mengenakan khimar dan kini tak lagi mengenakan rok mini. Rok mini usang
itu sudah saya tanggalkan dan kini saya benar-benar menjadi muslimah. Sekarang
kemanapun saya pergi, hijab akan terus saya kenakan, karena inilah saya seorang
muslimah.
Tiada
yang lebih indah dari pertemuan saya dengan Islam yang sesungguhnya. Bukanlah
sekadar tulisan yang terpampang di Kartu Keluarga maupun KTP saya, tapi kini
saya benar-benar memeluk Islam. Biarlah kebodohan saya dahulu menjadi ibroh
(pelajaran) untuk generasi selanjutnya, agar mereka tak terjatuh ke dalam
jurang kesesatan seperti yang saya alami. Di sisa usia yang mungkin tinggal
sedikit ini, saya berusaha maksimal untuk mengamalkan segala yang saya dapat di
kajian MTA.
Dahulu
aku payah,
Berjalan
diatas duri mematikan pun aku tak sadar
Kebodohanku
membayang sungguh besar
Melakukan
segala penyimpangan pun telah biasa
Kesana
kesini pergi tanpa khimar……….
Kini
baru ku sadar
Mendapati
jalan yang benar
Ku
yakin dan yakin
Ku
teguh dan teguh
Akan
selalu menapaki hingga ujung jalan
Berharap
bongkahan pahala yang besar
Bekal
menuju surga yang KAU janjikan.
Allahu
Akbar…!!!
Kos Fahima, 22 Maret 2015
*Reni
Eka Septiani lahir 01 September 1993, berasal dari desa kecil di timur
Wonogiri, saat ini sedang menempuh kuliah semester akhir di UNS memperjuangkan
skripsi demi lulus tahun 2014. Keseharian saat ini sibuk dengan persiapan
penelitian. Motto hidup: Bila kamu tak tahan lelahnya belajar, maka kamu akan
menanggung perihnya kebodohan (Imam Syafii).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar