Selasa, 07 April 2015

Taubat setelah 43 Tahun Tersesat



Oleh : Reni Eka Septiyani*

Saya Sutarmi, lahir di kebumen 43 tahun yang lalu. Empat puluh tiga tahun bukanlah usia yang muda lagi. Di usia menjelang senja tersebut saya baru memahami akan makna ajaran Islam. Ternyata banyak hukum-hukum Islam yang belum saya ketahui meskipun, sejak lahir saya dilahirkan dari rahim seorang muslim. Orang tua saya menganut agama Islam, sayangnya beliau tak pernah sekalipun mengajarkan tentang Islam yang murni kepada saya. Keterbatasan dan kedangkalan pengetahuan tentang Islam membuat Islam hanyalah suatu jawaban klasik apabila ada orang bertanya tentang agama yang dianut.
“Apa agama bapak dan ibu?”
“Islam”

Kurang lebih seperti itulah, Islam hanyalah jawaban yang dilontarkan ketika ada orang bertanya tentang keyakinan. Islam tak dimaknai sebagai sebuah agama yang memiliki ajaran sungguh mulia. Hanya sebatas tulisan yang ada di KTP, hanya sebatas ikut kebanyakan manusia, dan sangat disayangkan seribu kali orang tuaku tak mengetahui betapa indahnya Islam mengatur kehidupan ini.  Dan aku pun hanya mengikut mereka, menjadi pengekor yang bodoh tanpa pernah bertanya kenapa bisa begini? dan kenapa bisa begitu? lalu apa dasar hukumnya?. Kebodohan membuat saya tak tahu mana ajaran Islam yang benar dan mana ajaran Islam yang telah ditambah-tambahi oleh orang-orang yang sok pintar. Aku tak marah, hanya menyesali diri saja kenapa baru di usia ini saya sadar akan semua keganjilan amalan yang selama ini saya lakukan dengan atas nama ajaran Islam katanya. Kata siapa? kata ustadz yang pernah saya percaya membimbing saya bertahun-tahun. Begini ceritanya…
Dulu saya pernah mengikuti suatu kajian mengatasnamakan Islam, kurang lebih 4 tahun saya ikuti. Selama itu juga saya berada dalam pusaran kesesatan. Beberapa ajarannya membuat saya merasa aneh sebagai muslim. Dalam kajian tersebut tidak memperbolehkan perempuan berjilbab, sehingga semua yang datang dalam kajian pun berpakaian bebas. Perempuan-perempuan hanya mengenakan rok mini, baju tanpa lengan, tanpa kerudung sehelaipun itu hal biasa dalam kajian. Tidak hanya itu saja, selama 4 tahun itu pula saya diajarkan oleh ustadz dalam kajian tersebut bahwa perempuan haid diperbolehkan melakukan hubungan seksual dengan suaminya. Ganjil memang, sebenarnya sedikit-sedikit saya tahu tentang adab berpakaian  karena teringat pelajaran agama ketika SD dan SMP dulu. Namun saya tetap berlanjut menimba ilmu di kajian tersebut bersama suami. Entah setan mana yang telah membisiki kami berdua, hingga saya bertahan cukup lama di kajian. Bayangkan 4 tahun itu bukan waktu yang sedikit.
Selama 4 tahun itu pula, pihak pengajian memungut biaya hingga jutaan rupiah kepada kami dengan memaksa. Sampai-sampai ketika anak kami sakit, kami tak mampu membayar biaya Rumah sakit dikarenakan uang telah habis terkuran untuk disetorkan ke pengajian. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, kami menderita. Hingga akhirnya saya dengan tegas keluar dari ajaran sesat tersebut. Saya bertaubat… ya, saya bertaubat!!!
Suatu hari suami saya mengabarkan bahwa ada gelombang radio bagus yang menyiarkan kajian al-qur’an dan sunnah yaitu gelombang radio MTA (Majlis Tafsir Al-Qur’an). Awalnya saya menentang karena isinya tidak sesuai dengan kebiasaan masyarakat dikampung saya.
“Apa…! orang mati cuma digeletakin gak ada selamatan??”
“Mereka kan mati gak hidup lagi, masak iya ndak dibuatkan rumah layak beratap dan beralas, masak nggak boleh di kijing?”
Setelah saya dengarkan berulang-ulang, keyakinan akan kebenaran yang disampaikan melalui radio MTA mulai tumbuh, yang membuat saya yakin adalah setiap yang diajarkan semua ada dasarnya di al-qur’an dan hadist. Melalui radio inilah saya mendapat pencerahan tentang Islam. Saya dan suami mulai kehidupan baru. Saya belajar mengenakan khimar dan kini tak lagi mengenakan rok mini. Rok mini usang itu sudah saya tanggalkan dan kini saya benar-benar menjadi muslimah. Sekarang kemanapun saya pergi, hijab akan terus saya kenakan, karena inilah saya seorang muslimah.
Tiada yang lebih indah dari pertemuan saya dengan Islam yang sesungguhnya. Bukanlah sekadar tulisan yang terpampang di Kartu Keluarga maupun KTP saya, tapi kini saya benar-benar memeluk Islam. Biarlah kebodohan saya dahulu menjadi ibroh (pelajaran) untuk generasi selanjutnya, agar mereka tak terjatuh ke dalam jurang kesesatan seperti yang saya alami. Di sisa usia yang mungkin tinggal sedikit ini, saya berusaha maksimal untuk mengamalkan segala yang saya dapat di kajian MTA.
Dahulu aku payah,
Berjalan diatas duri mematikan pun aku tak sadar
Kebodohanku membayang sungguh besar
Melakukan segala penyimpangan pun telah biasa
Kesana kesini pergi tanpa khimar……….                             
Kini baru ku sadar
Mendapati jalan yang benar
Ku yakin dan yakin
Ku teguh dan teguh
Akan selalu menapaki hingga ujung jalan
Berharap bongkahan pahala yang besar
Bekal menuju surga yang KAU janjikan.
Allahu Akbar…!!!
Kos Fahima, 22 Maret 2015

*Reni Eka Septiani lahir 01 September 1993, berasal dari desa kecil di timur Wonogiri, saat ini sedang menempuh kuliah semester akhir di UNS memperjuangkan skripsi demi lulus tahun 2014. Keseharian saat ini sibuk dengan persiapan penelitian. Motto hidup: Bila kamu tak tahan lelahnya belajar, maka kamu akan menanggung perihnya kebodohan (Imam Syafii).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar