Rabu, 28 Januari 2015

Antara Idealisme dan Realita, Sesuaikah dengan Harapan Kita?



Oleh: Gustirana Dwiputra* 
 
          Berbicara tentang idealisme, pasti terbayang sesuatu yang paling di anggap sempurna dan sesuai dengan yang ada di angan-angan. Sebuah pemikiran dan suatu batasan yang dibuat oleh manusia sehingga idealisme dapat merepresentasikan sesuatu, entah hal baik atau buruk. Kondisi manusia yang mempertahankan idealismenya disebut idealis. Segala sesuatu harus dilakukan sesuai dengan apa yang telah kita rencanakan dengan sebaik-baiknya. Misalnya, dalam kesehariannya seseorang sangat rapi dan perfeksionis apabila ia melihat sesuatu atau lingkungan yang sangat bertolak belakang dengannya, maka ia akan merasa tidak nyaman. Seperti halnya orang yang sudah terbiasa membasuh kakinya ketika memasuki rumah setelah bepergian, maka bila ia tidak melakukannya sehari saja, ia akan merasa risih dan tidak nyaman. Contoh di atas bisa dikatakan bahwa idealisme juga merupakan sebuah kebiasaan. Selain itu, suatu idealisme dapat direalisasikan dengan sebuah cita-cita hidup, yang berarti idealisme merupakan mindset untuk menggapai tujuan dan cita-cita.

Secara garis besar idealisme dapat dibagi menjadi dua bagian, yakni idealisme baik dan idealisme buruk. Sudah pasti idealisme yang baik adalah pilihan terbaik bagi semua orang. Akan tetapi, terdapat sebuah realita yang menjadi tamparan keras bagi idealisme kita. Sesempurna apapun idealisme dan rencana yang telah kita buat, apabila takdir berkata lain maka harus diterima pula takdir itu dengan lapang dada. Kunci terpenting dari semua ini adalah bagaimana kita menghadapi idealisme yang kurang atau bahkan tidak sesuai dengan realita kehidupan kita? Mungkin idealisme yang sudah cukup sesuai dengan realita kehidupan seseorang akan berjalan dengan baik seiring berjalannya waktu. Ibarat setiap orang sudah digariskan berpasang-pasangan di dunia ini oleh Allah SWT seperti yang diterangkan dalam Al-quran. Berikut adalah sebuah diagram alir yang dapat menggambarkan perjalanan seseorang menemukan idealismenya hingga sesuai dengan kenyataan yang terjadi pada dirinya.
Bagi seseorang yang telah menemukan kecocokan antara idealisme terhadap dirinya, maka tantangan berikutnya adalah mengembangkannya menjadi sebuah potensi, konsistensi (keistikomahan) usaha, dan semangat terhadap idealisme yang dimiliki. Kebanyakan orang yang sudah memperoleh pencapaian cita-cita, tidaklah mudah untuk menjaga dan mengembangkannya. Contoh saja, saat ini banyak buku-buku motivasi perjalanan hidup public figure dari awal masa perjuangan hingga mencapai cita-cita. Ada yang perjalanannya cukup mudah dalam fase penggapaian, tetapi sulit dalam mengembangkan dan menjaganya. Ada juga yang dari awal hingga akhir fase mengalami perjuangan dan usaha yang sangat keras untuk mencapai titik kesuksesan. Dalam tahapan mengapai kesuksesan seperti yang tertera pada flowchart di atas, ada yang melewati tahapan-tahapan itu layaknya manusia pada umumnya. Namun, ada pula yang harus melewati tahapan-tahapan khusus untuk bisa mencapai kata sukses.
Berdasarkan diagram di atas pula, yang dimaksud dengan seseorang yang harus melalui tahapan-tahapan tertentu tersebut adalah orang yang pernah mengalami ketidaksesuaian idealisme yang dimiliki dengan realita yang ada pada dirinya. Di sinilah sebenarnya kualitas diri seseorang diuji. Janganlah merasa bahwa tahapan-tahapan ini yang akan memperlama waktu kita untuk mencapai cita-cita hidup. Memang waktu menjadi poin penting bagi kita. Namun, berpikir positif terhadap waktu akan jauh lebih baik. Justru dalam waktu muda ini, peluang munculnya celah-celah harapan dan tekad akan muncul apabila usaha yang dilakukan pada fase ini dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Hingga pada suatu titik, akan menyamai fase yang dimiliki seseorang yang sudah menemukan kesesuaian dari awal. Jadikan waktu adalah pedang bagi kita. Waktu adalah pengontrol langkah tempo pergerakan kita dalam setiap tahapan yang dilakukan. Salah sedikit saja dalam memanfaatkan fasenya, maka bersiaplah pedang akan menghempaskan kita.
Satu poin penting dalam fase kali ini adalah proses berserah diri setelah melakukan usaha maksimal (tawakal). Ini merupakan fase yang harus disisipkan di setiap tahapan yang dilakukan yakni menggapai, mengembangkan, dan menjaga. Pada akhirnya tawakal dapat menjadi perisai seseorang untuk menghadapi kemungkinan apapun yang terjadi pada hasil  setiap fase yang dihadapi. Step ini memang terkadang tidak mudah, terutama bagi seseorang yang belum terbiasa untuk menerima kegagalan. Kita harus yakin bahwa Allah SWT sudah memberikan rencana yang terindah menurut-Nya, sekalipun terasa sakit bagi kita. Buatlah hati kita damai dan menjaganya agar tetap berprasangka baik terhadap segala sesuatu. Diharapkan hal tersebut dapat menjadi sebuah pelajaran berharga untuk ke depannya. 
Kesuksesan itu adalah hak bagi seluruh manusia. Akan tetapi, seperti halnya seseorang yang bekerja di suatu instansi, hak  tersebut hanya bisa didapatkan jika kewajiban yang seharusnya dapat dipenuhi dengan baik dan usaha maksimal. Alangkah adilnya Allah SWT telah menggariskan semuanya agar diperoleh dengan usaha dan tidak didapatkan secara cuma-cuma. Hal ini semata-mata agar manusia selalu mengambil pelajaran dari setiap kejadian hidup yang telah terjadi. Pedoman yang pasti, tidak semua urusan di zaman globalisasi ini dapat dilakukan dan didapatkan secara instan secepat membuat mi instan. Fondasi fundamental yang harus dimiliki adalah rasa syukur dan menerima segala sesuatunya dengan tabah dan hati yang putih. Tinggal menentukan, ingin menjadi orang yang berkualitas dengan semangat yang tinggi menghadapi apapun rintangan yang terjadi atau menjadi orang yang galau meratapi nasibnya? Inilah, antara idealisme dan realita.

*Gustirana Dwiputra lahir di Jakarta, 9 Juli 1994 dari pasangan Agustono dan Rohana. Sekarang ia menempuh pendidikan tinggi di jurusan Teknik Fisika Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Sampai saat ini aktif sebagai staff di Keluarga Mahasiswa Teknik Fisika UGM dan Keluarga Muslim Teknik UGM. Mahasiswa yang gemar membaca novel science fiction ini, sekarang tinggal di kota Yogyakarta selama masa kuliahnya. Untuk menghubunginya, silahkan kirim email di :  gustiranawiputra@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar