Rabu, 11 Februari 2015

Plato, Utopian, dan Muhammad “Al Amin”


Oleh : Hasan Musthofa*
 
Sejarah mencatat ada banyak komunitas utopian yang pernah eksis dalam peradaban umat manusia. Ada yang sebatas pemikiran filsafat macam Plato dengan Republic-nya dan Benedict Anderson dengan bukunya yang masuk ruang-ruang diskusi intelektual di Indonesia, Imagined Community. Pun juga dengan secara konkrit mendirikan koloni Utopian Community seperti Oneida, Shaker, dan Brook Farm, New Harmony, dan sebagainya. Sejarah pula mencatat bahwa tak satupun dari mereka mampu mewujudkan apa yang mereka harapkan sebagai “a new social pattern based upon a vision of the ideal society”. Tatanan dunia baru yang ideal sesuai dengan yang diharapkan dan diimajinasikan.
Hanya saja, sejarah juga menggariskan fakta bahwa pada suatu zaman ada seorang pemuda bergelar Al Amin yang dengan selembar kain berbentuk segi empat mampu meredam pertikaian 4 negara besar yang berkuasa di tanah Arab dan saling mengklaim paling berhak untuk merawat Ka’bah, ikon kekuasaan jazirah Arab pada saat itu. Kelak, pemuda bernama Muhammad bin Abdullah ini mampu mewujudkan tatanan dunia baru yang lebih terang benderang, jauh melebihi apa yang dibayangkan manusia pada zaman tersebut tentang sebuah kemajuan peradaban.

Utopia
Kata “Utopia” sendiri, berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, merupakan pulau impian yg dilukiskan dalam buku berjudul Utopia, diterbitkan oleh Sir Thomas More tahun 1516, di pulau itu dibayangkan adanya sistem sosial politik yang sempurna. Sedangkan “utopi” berarti sistem sosial politik yang sempurna yang hanya ada dalam bayangan (khayalan) dan sulit atau tidak mungkin diwujudkan dalam kenyataan yang sebenarnya.
Munculnya kata ini merujuk pada eksisnya koloni-koloni yang muncul di abad 18-19 M dengan anggota terbatas dan cakupan wilayah yang tidak membaur pada masyarakat kebanyakan. Tujuan koloni ini adalah mendirikan tatanan masyarakat baru sesuai dengan apa yang akal mereka bayangkan dan inginkan. Pada akhirnya, koloni-koloni tersebut hancur karena memang apa yang mereka impikan terhadap koloni itu tidaklah mungkin terwujud, dan impian mereka hanya akan tetap menjadi impian belaka. Maka disebutlah mereka itu dengan sebutan utopi- utopia - utopis - utopian.
Sekali lagi, komunitas ini disebut “komunitas utopian” karena impian mereka untuk membentuk sebuah tatanan dunia baru sesuai dengan yang mereka impikan dan imajinasikan, dengan berbagai cara, salah satunya dengan mendirikan koloni-koloni.
Di antara komunitas utopian kuno yang masih dapat terlacak hingga saat ini adalah Amana Colonies, Oneida, Shaker, Brook Farm, New Harmony, dan sebagainya. Konsepnya, koloni yang mereka dirikan memiliki bentuk dan tatanan sesuai yang diinginkan dan diimajinasikan oleh angotanya. Dalam contoh yang ekstrim adalah munculnya Oneida Community. Anggotanya memiliki impian akan kebebasan. Berlokasi di New York pada tahun 1848, Koloni Oneida menolak monogami sekaligus membuat diri mereka sendiri saling menikahi satu sama lain dan mereka menyebutnya dengan “complex mariage”. Artinya, satu dengan yang lainnya boleh berhubungan dengan siapapun yang mereka mau, tanpa pernikahan, dan tanpa ada kepemilikan. Setiap keputusan tentang kelahiran bayi pun diatur oleh komite khusus. Komunitas ini mendambakan kepemilikan bersama atas aset dalam bentuk apapun. Setiap anggota yang bergabung, semua yang dimiliki menjadi kepemilikan bersama. Pada akhirnya, koloni ini juga tidak mampu bertahan, apalagi mampu mewujudkan tatanan dunia baru sesuai dengan keinginan mereka.
New Harmony (1825-1829), anggotanya berisi para ilmuwan yang hendak mempelajari sains dan filosofi alam secara natural, sehingga mereka anti kemodernan dan kehidupan kapitalis. Anggota koloni ini bepergian dengan kapal boat untuk mencari ilmu pengetahuan, sehingga mereka menyebutnya dengan Boatload of Knowledge. Komunitas ini bertahan sekitar 4 tahun sebelum akhirnya kolaps karena perselisihan perebutan harta antar para ilmuwan yang ada di dalamnya. Akhirnya, dunia baru yang mereka idamkan pun juga sirna.
Tercatat, sejak tahun 1800 M, di Amerika ada ratusan komunitas yang mendirikan “koloni utopia” yang setipe dengan Oneida dan New Harmony. Semua gagal menghadirkan dunia baru yang diidamkan dan diimpikan. Dan jauh sebelum itu Plato, ratusan tahun sebelum masehi, seorang filsuf Yunani kuno, juga pernah mengemukakan gagasannya tentang tatanan dunia yang diidamkannya, dengan tulisan berjudul Republic. Lewat Republic, Plato mengimajinasikan sebuah Negeri Yunani yang ideal, dengan kehidupan komunal berjalan di atas hukum yang berjalan tegak. Hanya saja, singkatnya, imajinasi Plato hanya menjadi sekadar imajinasi, karena Yunani tidak berkembang menjadi negara besar dan ideal sebagaimana Plato bayangkan.
Pun juga dengan Benedict Anderson, Imagined Community-nya tidak mampu diterapkan oleh negara-negara di dunia manapun. Imagined Community yang berisi konsep ideal negara -  bangsa – nasionalisme. Menurutnya, nasionalisme adalah modal utama dalam keberlangsungan sebuah negara. Dan nasionalisme muncul dengan pendekatan penghapusan pemerintahan ilahi (berbasis agama) dan monarki (kerajaan). Rasanya Ben Anderson lupa bahwa ada pemerintahan berbasis ilahiah yang pernah menguasai dunia, menebarkan kebajikan di seluruh pelosok, dan menghasilkan peradaban unggul. Ya, pemerintahan khilafah islamiah.
Baik Plato, Ben Anderson, maupun para komunitas utopian pada akhirnya tidak mampu mewujudkan apa yang mereka harapkan sebagai tatanan dunia baru yang ideal menurut pandangan dan imajinasi mereka sendiri. Rupanya konsep tatanan masyarakat yang dibangun tidak mampu mengantarkan koloni yang dibentuk untuk berkembangan dan melintas zaman sekaligus bertahan terhadap ideologi dan idealisme lain yang berseberangan. Akhirnya mereka runtuh dalam waktu yang relatif singkat, jauh sebelum tatanan yang diimajinasikan dapat terbentuk sempurna. Rasanya, semuanya menjadi utopi yang nikmat menjadi dongeng imajinasi anak sebelum tidur.

Muhammad anti-utopian
Secara de facto, Muhammad muda adalah raja tanpa mahkota di tanah Arab, di usianya yang masih tergolong muda. Perpaduan sempurna manusia kekasih Allah SWT, mendapatkan gelar dan kedudukan tinggi dari Bangsa Arab dengan julukan Al Amin. Dengan kecerdasan dan kebijaksanaan yang luar biasa, dengan secarik kain persegi, ia mendamaikan 4 kubu Arab yang hampir berperang berebut untuk mengembalikan Hajar Aswad ke tempatnya. Pada masanya, Muhammad muda adalah Satriya piningit bagi Bangsa Arab, maka tidak heran suatu saat Muhammad akan diberi imbalan berupa kedudukan sebagai raja dan berhak memilih wanita yang paling dia sukai asal dia tidak menganut agama tauhid yang diwahyukan kepadanya.
Dari sinilah sejarah baru dimulai. Sebelum Muhammad bin Abdullah lahir, Ka’bah adalah pusat agama pagan dan penyembah berhala. Di sekelilingnya berdiri ratusan patung sesembahan bangsa Arab yang dipuja-puji agar mendatangkan keselamatan. Mereka percaya adanya Allah, namun mereka tetap menyembah berhala buatan tangan mereka sendiri yang diberi nama-nama sesuka hati.
Muhammad, yang telah diramalkan jauh hari akan menjadi rasul terakhir untuk umat manusia, telah memiliki peran besar bagi bangsa Arab bahkan ketika umurnya belum menginjak 40, umur kenabiannya. Muhammad adalah penggembala dan pedagang yang jujur, memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi, sekaligus dicintai oleh semua orang, serta dibanggakan oleh Bani Hasyim, bangsawan leluhur Muhammad dari Abdul Muththalib.
Muhammad bukanlah Plato, bukan juga Utopian Community, bukan juga Ben Anderson yang hidup dalam imajinasi utopianisme. Muhammad telah sejak lama merenung memikirkan kaum Arab yang mengaku memiliki peradaban tertinggi namun berperilaku badui dan tidak mengenal etika. Gengsi dijunjung setinggi-tingginya, bahkan lebih berharga dari nyawa manusia sekalipun. Kesombongan menjadi baju para bangsawan Arab yang musyrik.
Muhammad adalah model bagi bangsa Arab tentang bagaimana menjadi manusia yang seharusnya. Mentalnya yang kuat mempu membendung pengaruh negatif kaum jahiliyah terhadap dirinya sendiri, bahkan mampu mengubah masyarakat rusak menjadi masyarakat yang tercerahkan. Ibarat ikan, seasin-asinnya air di laut, dia tidak akan ikut menjadi asin.
Karakter jujur, cerdas, dan beretika adalah kontribusi utama Muhammad untuk merubah tatanan masyarakat yang telah rusak. Rupanya, jiwa pemimpin memang tidak secara instan terbentuk. Muhammad yang menjadi Rasul SAW di usia 40 tahun, masa mudanya tidak dipenuhi dengan hura-hura dan kesenangan. Umur 40 bagi Muhammad SAW hanyalah titik tolak kenabiannya, sedangkan jauh sebelum mencapai usia itu, Muhammad muda telah dipersiapkan agar bisa menjadi pemimpin yang benar-benar mampu menghidupkan peradaban yang penuh kejayaan. Memandang Muhammad SAW hanya sejak umur 40 adalah pandangan yang terlalu sempit, mengingat bakat kerasulannya juga telah ditempa bahkan sejak Muhammad masih balita.
Muhammad adalah ikon kebudayaan Arab yang terjaga, kemurnian bahasanya masih utuh, karena dia diasuh oleh Halimah Sa’diyah seorang perempuan desa yang tidak terkotori gemerlap kesenangan dunia Bangsa Arab. Muhammad muda jauh dari dunia hiburan yang dinikmati teman-teman sebayanya. Muhammad selalu tertidur di tengah jalan ketika teman-temannya hendak mengajak menonton hiburan di pasar. Dan, Muhammad muda tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang menjadi adat kebiasaan bangsa Arab; minum, judi, dan menyembah berhala.

Muhammad muda dalam konteks kekinian
Memandang Muhammad sebagai manusia suci yang mustahil ditiru kepribadiannya adalah salah. Bahwa Muhammad SAW pernah melakukan kesalahan, dalam konteks ini  menandakan bahwa dia bukanlah malaikat, sekaligus menandakan bahwa dia adalah manusia seperti pada umumnya. Kesalahan yang dilakukan Muhammad SAW adalah deklarasi bagi manusia sesudahnya bahwa dia adalah suri tauladan yang sebenar-benarnya, bahwa menirunya bukanlah sesuatu yang mustahil.
Pemuda masa kini, dihadapkan pada pilihan yang serba indah. Dan di sinilah beratnya menjadi pemuda masa kini. Sepanjang mata memandang, semua terbentang keindahan yang mengalihkan hati dan niat dalam memegang akidah dan akhlaq yang lurus. Di tengah gemerlap kehidupan inilah pemuda masa kini ditantang untuk berkontribusi dan berpartisipasi untuk menyembuhkan peradaban yang telah rusak.
Muhammad Al Amin dapat menjadi inspirasi bahwa untuk mengembalikan tatanan dunia pada aturan norma dan etika dibutuhkan waktu panjang, dengan mempersiapkan diri sejak masih kanak-kanak-muda-dewasa. Pada akhirnya, Muhammad SAW dengan wahyunya mampu mewujudkan tatanan dunia yang berperadaban tinggi, yang bahkan masyarakat pada saat itu tidak pernah membayangkan sedikitpun gemerlapnya.
Jika memang pada saat ini belum ada yang mampu diberikan untuk masyarakat, maka kontribusi terbaik yang bisa diberikan adalah dengan menjadikan diri-sendiri sebagai manusia yang tidak merusak dan membebani. Jika hendak memperbaiki tatanan masyarakat yang telah rusak, minimal harus disadari bahwa sejak masa musa harus sudah mempersiapkan diri, menempa pribadi yang lebih baik, berkarakter mulia dan beretika tinggi. Muhammad Al Amin SAW memang telah tiada, namun nilai-nilai yang ditinggalkannya masih sangat relevan dan konstekstual dengan kondisi kekinian. Oleh karena itu adalah mutlak benar adanya jika dia adalah Uswatun Khasanah bagi setiap orang. Muhammad Al Amin adalah ikon pemuda yang dipersiapkan untuk memperbaiki tatanan yang rusak dan menghasilkan peradaban yang lebih baik di masa mendatang. Dan kita, pemuda, tidak perlu mencari model yang lain. Cukuplah Muhammad Al Amin SAW sebagai panutan dan tauladan.

*Hasan Musthofa. Belajar menulis ketika menjadi Pemimpin Umum Lembaga Pers UNS, mengikuti beberapa pelatihan jurnalistik seperti Investigative Journalism di Padang, Solopos, dan sebagainya.
Saat ini menjadi staf pengajar di Yayasan Pendidikan dan Perguruan Veteran Sukoharjo dan sedang mendalami kurikulum pendidikan kejuruan di Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar