Rabu, 15 Juli 2015

Duo Makanan Endemik Favorit Trah Mbah Citro *)

Karya: Apri Andayani


Setiap keluarga pasti mempunyai makanan favorit masing-masing, karena berbekal makanan terciptalah keintiman hubungan dalam keluarga. Begitu pula dengan keluarga besar dari bapak saya, terdiri dari empat bersaudara dimana bapak sebagai anak tertua dalam trah Mbah Citro, kami pun mempunyai makanan favorit yang disajikan saat momen-momen tertentu.
Sebagaimana layaknya keluarga besar lainnya, kami terpisah dalam hal tempat tinggal, namun dapat dipastikan akan berkumpul saat hari lebaran tiba. Aha! Tak lama lagi lebaran datang menyapa, pas banget jika saya menceritakan seperti apa suasana lebaran di trah Mbah Citro, khususnya tentang makanan favorit yang meramaikan suasana dapur lebaran kami, yaitu Tempe alakatak dan Sego Godhog.


Apakah anda pernah mencicipi makanan bernama tempe alakatak dan Sego Godhog? Saya rasa hanya sebagian kecil saja yang pernah merasakan dan mengetahuinya. Ibarat flora fauna, kedua makananan ini bisa dibilang makanan endemik, karena hanya bisa dijumpai di daerah tertentu. Baiklah akan saya kupas satu per-satu duo makanan endemik favorit keluarga kami itu. 
Tempe Alakatak Berselimut Daun Jati
Tempe alakatak hanya bisa ditemukan di daerah Weru, Sukoharjo dan Candi, Gunung Kidul. Selain di daerah itu saya jamin pasti tidak akan menemukan makanan tersebut. Kami biasanya tidak memasak alakatak ini sendiri, tapi membelinya di pasar tradisional pagi hari dekat rumah, namanya pasar Cakruk.
Tempe Alakatak ini terbuat dari kacang-kacangan atau lebih dikenal dengan Benguk, rasanya seperti camilan kacang mete, sangat gurih di lidah bercampur minyak. Biasanya tempe ini dibuat dengan tambahan mie dari tepung singkong. Karena warnanya yang kekuning-kuningan memakai kunir, maka tempe ini juga kadang disebut sebagai Tempe Kuning. Sedang untuk mienya sendiri biasanya ada 2 warna yaitu putih dan kuning, apabila digigit rasanya kenyal seperti pasta setengah matang. Tempe ini biasa dibungkus memakai daun jati, jadi semuanya masih memakai bahan yang alami.
Eits, walau harganya sebungkus berkisar Rp.500,- sampai Rp. 1.000,- makanan endemik yang satu ini sangat dirindu bagi siapa saja perantau asal Kecamatan Weru. Setiap lebaran datang dan para perantau pulang, alakatak ini pasti diserbu habis di pasar. Biasanya alakatak dimakan selagi hangat, ada taburan bawang goreng di atasnya dan akan tambah nikmat apabila dilengkapi dengan cabai rawit, pokok’e maknyus. Biasanya trah Mbah Citro menambahkan kerupuk Kelir (kerupuk berwarna merah muda-putih khas desa Kelir, Weru) sebagai teman makan alakatak, kriuk-kriuk. Seperti gambar di bawah ini, teman!
Sego Godhog : asing di telinga, akrab di lidah
Selepas sholat Ied kemudian dilanjutkan tradisi ujung atau bahasa kerennya open house dengan tetangga sekitar, menjelang dzuhur biasanya rumahku di Kuwiran Rt. 03/06, Karangtengah, Weru, Sukoharjo, menjadi markas besar berkumpulnya trah Mbah Citro. Nah, disini nih makanan endemik kedua akan disajikan, sego godhog.
Sego godhog adalah nasi yang direbus. Eh, jangan salah ya, ini bukan bubur tapi sego godhog, katanya sih hanya ada di daerah Magelang. Kebetulan almarhum kakek saya, Mbah Citro, semasa mudanya bekerja sebagai penjual nasi goreng, mie goreng dan sego godhog di Salatiga, yang masih satu ‘rumpun’ dengan Magelang. Nah, sewaktu kecil bapak dan adik-adiknya apabila menyusul ke Salatiga katanya sering dibuatkan sego godhog ini, maka jadilah makanan endemik satu ini secara tidak langsung mengakar di keluarga bapak. Biasanya emak saya yang menjadi juru masak saat trah Mbah Citro kumpul.
Sego godhog ini mirip soto. Dengan bahan-bahan ada nasi putih, telur, daging ayam yang di suwir-suwir, mie/bihun, sayuran (kubis, tomat, wortel), kaldu, daun bawang dan seledri. Mungkin menu ini terdengar sedikit asing di telinga teman-teman semua, namun bila sudah merasakannya, hmmm rasanya sangat akrab di lidah alias cocok. Nih, saya kasih bocoran resep sego godhog khas trah Mbah Citro. Cek it!
Caranya:
1) Membuat bumbu, yaitu: bawang putih, merica, bawang merah dan garam secukupnya ditumbuk halus.
2) Menyiapkan bahan-bahan seperti: kubis, telur, mie/bihun, bakso/sosis, daging ayam disuwir/dipotong-potong dadu, jangan lupa nasi yang matang secukupnya.
3) Panaskan panci dengan minyak goreng untuk menumis. Tumis bumbu yang telah dihaluskan sampai harum. Lalu tambahkan air secukupnya, hingga mendidih.
4) Setelah air mendidih kemudian masukkan kubis yang sudah dicuci dan dipotong-potong ke dalam rebusan air tadi, kemudian masukkan mie dan bahan yang sudah disiapkan kecuali telur, jangan lupa masukkan juga nasinya
5) Setelah itu aduklah sampai merata, jika kurang pedas dapat diberi dengan potongan-potongan cabe yang juga ikut direbus. Jika kuah sudah mendidih untuk kedua kalinya, baru ceplok telur ke dalam kuahnya. Mengapa telur tidak dimasukkan bersamaan dengan bahan yang lain di awal tadi? Kata emak saya biar tidak amis.
6) Aduk lagi sampai merata semua, dan mendidih untuk ketiga kalinya, kemudian tiriskan.
Olala… Sego godhog siap untuk dinikmati, cocok juga ditemani dengan sambal kecap. Sego godhog ini akan terasa nikmatnya saat dimakan hangat-hangat. Bagaimana, tertarikkah untuk mencoba kedua makanan Jendemik favorit keluarga saya? Selamat mencoba!
*)Dibuat dalam rangka memenuhi tugas akhir mata kuliah Penulisan Feature yang diampun oleh Ichwan Prasetyo (Redaktur Solopos).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar