Minggu, 12 Juli 2015

Muslimah dan Dilema Entertaiment *)

Karya: Apri Andayani


            Laju globalisasi tak mampu dihentikan, kemajuan dunia di segala lini kehidupan pun semakin menggila, gempuran pasar bebas MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) juga sudah di depan mata. Sebagai salah satu imbas kemajuan ini adalah semakin gemerlapnya media, baik itu berupa radio, koran, televisi hingga streaming. Dan salah satu produk dari kemajuan media ini adalah entertainment (dunia hiburan).
Apabila kita layangkan di sekitar, tentu banyak kita temui entertainment tak hanya berhenti di dalam kotak ajaib bernama telivisi, namun entertainment mulai merambah ke dunia nyata. Coba tanyakan pada anak-anak usia sekolah dasar, lebih hafal mana antara surah Ad-Dhuha dibandingkan lagu ‘Sakitnya tuh disini’ milik Cita-citata? Atau tidak usah jauh-jauh, tanya pada diri kita pribadi apa berita terkini dari Raffi Ahmad dan Nagita Slavina? Dapat saya pastikan jawabannya akan sangat fasih dan detail.
Saat ini, perempuan yang bekerja di dunia entertainment juga sangat banyak. Tak hanya penyanyi dan artis sinetron saja sebenarnya yang terlibat dalam dunia entertainment, tapi juga termasuk semua kru yang mendukung terselenggaranya sebuah entertainment bisa terselenggara, seperti script writer, sutradara, fotografer, kameramen, kostum, make-up, dan masih banyak ragamnya. Belum lagi banyak audisi menyanyi digelar dimana-mana. Nah, tentang hiburan apakah ada dalam Islam konsep hiburan? Apakah hiburan itu perlu dipermasalahkan?
Sejatinya, permasalahan pokoknya bukan pada entertainment itu sendiri, tapi apa yang terjadi dengan entertainment tersebut? Konotasi entertainment seakan negatif di benak umat Islam karena kita punya anggapan bahwa Islam tidak mengenal dunia hiburan, padahal kita mengenal hiburan sudah sejak 14 abad yang lalu. Hal itu disyaratkan oleh banyak pernyataan dan penyikapan Nabi Muhammad saw tentang hiburan, diantaranya sebagai berikut:
Ketika Abu Bakar RA tidak setuju dengan nyanyian dua budak wanita pada hari raya di rumahnya dan mengusir keduanya, maka Nabi berkata kepada Abu Bakar, “Biarkan keduanya, wahai Abu Bakar, sesungguhnya hari ini adalah hari raya, agar orang-orang Yahudi mengetahui bahwa sesungguhnya di dalam agama kita ini ada hiburan.” Rasulullah SAW juga pernah mengizinkan kepada orang-orang Habasyah untuk bermain dengan tombak mereka di Masjid Nabawi pada hari-hari raya. Pada kesempatan lain beliau pernah menegur suatu pesta perkawinan yang sepi-sepi saja.
Lalu bagaimana Islam dengan dunia entertainment era ini?
Dari hal di atas dapat kita ambil satu simpulan bahwa fitrah atau tabiat manusia dalam menyukai hiburan tidak dapat dimusnahkan, yang dapat kita lakukan adalah mengarahkannya atau menggantinya dengan yang lebih baik (beradab). Yang perlu kita waspadai dalam dunia hiburan masa kini adanya peradaban yang sedang berkuasa berupa peradaban barat yang seluruh orientasinya adalah materi, yang punya prinsip menghalalkan segala cara, otomatis semua bidang termasuk seni dan hiburan dibuat sedemikian rupa untuk kepentingan materi semata tanpa memandang baik atau buruknya. Sebagai umat Islam berbekal dengan pemahaman ini maka kita harus tahu bagaimana rambu-rambu dalam menikmati dunia hiburan.
Berhibur Sekedarnya Saja (sa’atan, sa’atan)
“Demi Zat yang diriku dalam kekuasaannya! Sesungguhnya andaikata kamu disiplin terhadap apa yang pernah kamu dengar ketika bersama aku dan juga tekun dalan zikir, niscaya Malaikat akan bersamamu di tempat tidurmu dan di jalan-jalanmu. Tetapi hai Handhalah, saa’atan, saa’atan! (bergurau sekedarnya saja!). Diulanginya ucapan itu sampai tiga kali.” (HR. Muslim)
Sahabat, mereka biasa bergurau, tertawa, bermain-main, karena mereka mengetahui akan kebutuhan jiwanya dan ingin memenuhi panggilan fitrah serta hendak memberikan hak hati untuk beristirahat dan bergembira, agar dapat melangsungkan perjalanannya dalam menyusuri aktivitasnya. Sebab aktivitas hidup itu masih panjang. Ali bin Abi Thalib pernah berkata: “Sesungguhnya hati itu bisa bosan seperti badan. Oleh karena itu carilah segi-segi kebijaksanaan demi kepentingan hati.” Dan katanya pula: “Istirahatkanlah hatimu sekedarnya, sebab hati itu apabila tidak suka, bisa buta.” Senada dengan ini, Abu Darda’ pun berkata juga: “Sungguh hatiku akan kuisi dengan sesuatu yang kosong, supaya lebih dapat membantu untuk menegakkan yang hak.”
Oleh karena itu, tidak salah kalau seorang muslim bergurau dan bermain-main yang kiranya dapat melapangkan hati, dengan syarat kiranya hiburannya itu tidak menjadi kebiasaan dan perangi dalam seluruh waktunya, yaitu setiap pagi dan petang selalu dipenuhi dengan hiburan, sehingga melupakan kewajiban dan melemahkan aktivitasnya. Hiburan dalam kehidupan seperti makanan yang dicampur dengan sedikit garam sehingga terasa lezat. Tetapi jika garam itu terlalu banyak akan merusak makanan.
Dalam dunia hiburan, seorang muslim tidak boleh menjadikan harga diri dan identitas seseorang sebagai sasaran. Tidak juga diperkenankan dalam berguraunya itu penuh dengan kedustaan, naudzubillah. Nah sobat AM, mari kita bijak menikmati entertainment di media, semoga tidak hanya sekedar karena gengsi hingga kita rela mengorbankan kepribadian Islam kita. So be smart! (Berbagai Sumber).
 *) Dimuat dalam rubrik Fokus Muslimah Majalah Al-Mar’ah pada bulan Mei 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar