Jumat, 28 Februari 2014

Keputusan Kongres Bahasa Indonesia Kedua


Medan, 28 Oktober─2 November 1954

 Dalam Kongres Bahasa Indonesia Pertama sudah diputuskan bahwa diadakan Kongres Bahasa Indonesia Kedua, tetapi baru setelah kemerdekaan gagasan itu dilaksanakan, yaitu di Medan, bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda. Kota Medan dipilih sebagai tempat Kongres karena menurut Mr. Muh. Yamin, Menteri PPK pada waktu itu, di kota itulah bahasa Indonesia dipakai dan terpelihara, baik dalam kalangan rumah tangga ataupun dalam masyarakat. Berlainan dengan Kongres Bahasa Indonesia Pertama yang diselenggarakan atas prakarsa pribadi-pribadi, Kongres Bahasa Indonesia Kedua ini diselenggarakan oleh Pemerintah, yaitu Jawatan Kebudayaan Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan. Untuk melaksanakan Kongres Bahasa Indonesia Kedua ini disusun Panitia Penyelenggara sebagai berikut.

        Ketua           : Sudarsana
        Wakil Ketua : Dr. Slametmuljana
Panitera I
: Mangatas Nasution
Panitera II
: Drs. W.J.B.F. Tooy
Panitera III
: Nur St. Iskandar
Anggota
: Pudjowijatno
Anggota
: Amir Hamzah Nasution
Anggota
: La Side
Ditambah dengan Penasihat Panitia yang terdiri atas beberapa cendekiawan. Di Medan disusun Panitia Penerima Kongres yang diketuai oleh W. Simanjuntak, dengan pelindung Gubernur Sumatera Utara dan Ketua Kehormatan Walikota Medan serta para penasihat yang terdiri atas tokoh-tokoh kota Medan.
Seperti halnya Kongres Pertama, Kongres Bahasa Indonesia Kedua itu merupakan peristiwa yang menyangkut bukan hanya para ahli bahasa melainkan juga masyarakat luas. Bahkan, Presiden Soekarno, yang pada waktu itu sebagai Presiden Republik Indonesia, membuka secara resmi Kongres Bahasa Indonesia itu di Gedung Kesenian Medan pada pukul 8 pagi. Istri Presiden pulalah yang membuka pameran buku (dalam laporan resmi ia disebut P.J.M Ibu Karno Ny. Fatmawati).
Dalam Kongres itu kemudian dipilih pimpinan Kongres yang terdiri atas Mr. Mahadi, Dr. A. Sofjan, dan Prof. Prijana.
 Kongres itu merupakan peristiwa besar bagi masyarakat Medan. Kegiatannya bukan hanya rapat-rapat, melainkan juga pameran bukubuku, malam kesenian dari daerah Aceh dan Sumatra Utara. Yang resmi tercatat sebagai peserta Kongres berjumlah 302 orang yang datang dari pelbagai daerah Indonesia, juga dari tanah Semenanjung, dari Negeri Belanda, dari Prancis, dan dari India.
Kongres dibagi atas beberapa seksi yang masing-masing membicarakan topik tertentu sebagai berikut.

Seksi A
1. Tata Bahasa Indonesia
Praeadvies Prof. Dr. Prijana
2. Dasar-dasar Ejaan Bahasa
     Indonesia dengan Huruf Latin

Seksi B
Praeadvies Prof. Dr. Prijana
1. Bahasa Indonesia dalam
Praeadvies Mr. A.G. 
            Perundang-undangan dan              Administrasi
Pringgodigdo
2. Bahasa Indonesia dalam
Praeadvies Mr. Kuntjoro
      Perundang-undangan dan
     Administrasi

Seksi C
Purbopranoto 
1. Bahasa Indonesia dalam  Kuliah dan Pengetahuan
Praeadvies Dr. Pryohutomo
2. Kamus Etimologis Indonesia

Seksi D
Praeadvies Dr. Pryohutomo
1. Bahasa Indonesia dalam
Praeadvies Inu Perbantarasi 
      Film
(alm.)
2. Bahasa Indonesia dalam  Pergaulan Sehari-hari
Praeadvies Modang Lubis
3. Bahasa Indonesia dalam
Praeadvies Bahrum Rangkuti
      Prosa dan Puisi

Seksi E
1. Fungsi Bahasa Indonesia
Praeadvies Ketua PWI 
      dalam Pers
(T. Sjahril)
2. Bahasa Indonesia dalam
      Pers
Praeadvies Adinegoro
3. Bahasa Indonesia dalam
Praeadvies Kamarsjah
      Penyiaran Radio

Beberapa keputusan yang menarik dapat disebutkan di sini. keputusan yang dianggap sangat penting ialah saran agar dibentuk badan yang kompeten yang bertugas untuk menyempurnakan bahasa Indonesia. Hal yang bersangkutan dengan ejaan, Kongres mengusulkan supaya diadakan pembaruan ejaan. Kongres juga memberikan perhatian pada pemakai bahasa dalam undang-undang dan administrasi. Kongres berpendapat bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan tidak mengalami kesulitan. Kongres juga menyarankan supaya digiatkan pemakaian istilah ilmiah internasional dan penggalian istilah dari bahasa daerah yang serumpun. Hal yang bersangkutan dengan bahasa dalam film, Kongres menganjurkan supaya pembuatan film memakai bahasa Indonesa yang baik, tetapi tidak boleh mengadakan paksaan untuk mengadakan bahasa Indonesa yang sejenis (uniform) karena dalam menciptakan sebuah film haruslah disesuaikan bahasanya dengan cerita, yang berbeda-beda menurut suasana dan daerah". Hal yang juga menarik adalah resolusi tentang bahasa Idonesia dalam pers dan radio, yang menyatakan bahwa "Bahasa Indonesia di dalam pers dan radio tak dapat dianggap sebagai bahasa yang tak terpelihara dan rusak karena merupakan bahasa umum yang langsung mengikuti pertumbuhan berbagai fungsi masyarakat". Di samping kertas kerja, juga didengarkan prasaran dari para sarjana luar negeri tentang bahasa Indonesia di luar negeri, antara lain dari Prop. Berg dan Dr. Teeuw. 
Sebagai tindak lanjut keputusan Kongres tersebut, Pemerintah Republik Indonesia benar-benar menyusun panitia pembaharuan Ejaan Bahasa Indonesia. Memang ada keputusan Kongres Bahasa Indonesia yang lain, tetapi yang paling meninggalkan bekas tentulah soal ejaan tersebut. Pendek kata, Kongers Kedua itu ada tindak lanjutnya. Keputusan Resmi Kongres Bahasa Indonesa Kedua itu secara lengkap dapat dilihat dalam kutipan di bawah ini.

1.  Keputusan Seksi A: Dasar-Dasar Ejaan Bahasa Indonesia dengan Huruf Latin.
Kongres Bahasa Indonesia yang berlangsung dari tanggal 28 Oktober s/d tgl. 2 November 1954 di Medan, setelah membaca, menelaah dan membahas praeadvis yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Prijana, memutuskan hal-hal berikut.
(1)  Mengusulkan kepada Pemerintah mengadakan suatu Badan Kompeten yang diakui oleh Pemerintah untuk: (a) dalam jangka pendek menyusun Tata Bahasa Indonesia yang normatif bagi SR, SLP, SLA, dll.; (b) dalam jangka panjang menyusun suatu tata bahasa deskriptif yang lengkap.
(2)  Mengusulkan kepada Pemerintah agar anggota-anggota Badan tersebut terdiri dari:
(a)   seorang sarjana bahasa, sebagai ketua;
(b)  seorang dari Pers sebagai anggota;
(c)   seorang dari Radio sebagai anggota;
(d)  beberapa orang ahli bahasa, sebagai anggota; (e) beberapa orang sarjana bahasa, sebagai penasehat; (f) dll. yang dianggap perlu.
(3)  Memberi tugas kepada Badan tersebut untuk menyiapkan rencana dalam jangka waktu yang ditentukan.
(4)  Mengusulkan agar Badan tersebut dipimpin oleh seorang yang cakap memimpin dan memang menunjukkan kegiatannya dalam perkembangan bahasa Indonesia.
(5)  Mengusulkan supaya badan tersebut selalu mengadakan koordinasi dengan badan-badan yang ada sangkut-pautnya dengan bahasa.
(6)  Mengusulkan agar Badan tersebut bekerja dengan sistim diachronis dengan menentukan tanggal tertentu sebagai waktu titik permulaan penyelidikannya.
(7)  Mengusulkan agar Pemerintah berusaha supaya hasil Pekerjaan Badan tersebut dijadikan suatu tata bahasa yang dilindungi dengan undang-undang.
(8)  Bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melayu, dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melayu yang disesuaikan dengan pertumbuhannya dalam masyarakat Indonesia sekarang. Kongres Bahasa Indonesia yang berlangsung dari tanggal 28 Oktober s.d. tanggal 2 November 1954 di Medan, setelah membaca, menelaah, dan membahas praeadvis yang dikemukakan oleh Sdr. Prijatna, memutuskan hal-hal berikut.
a.     Menyetujui sedapat-dapatnya menggambarkan 1 fonem dengan 1 tanda (huruf).
b.    Menyetujui menyerahkan penyelidikan dan penetapan dasar2 ejaan selanjutnya kepada suatu badan kompeten yang diakui oleh Pemerintah.
c.     Mengusulkan agar Badan tersebut berusaha menyusun:
1)    suatu aturan ejaan yang praktis untuk keperluan sehari-hari dengan sedapat mungkin mengingat pertimbangan ilmu;
2)    suatu "logat Bahasa Indonesia" yang halus, berdasarkan penyelidikan yang saksama dengan mempergunakan alat-alat modern.
d.    Menyetujui agar ejaan untuk kata-kata asing yang terpakai dalam bahasa Indonesia ditetapkan sesungguh penyusunan ejaan bahasa Indonesia asli terlaksana, dengan pengertian bahwa untuk kata-kata Arab diadakan kerja sama dengan Kementerian Agama.
e.    Mengusulkan ejaan itu ditetapkan dengan undang-undang.

2. Keputusan Seksi B: Bahasa di dalam Perundang-ndangan dan Administrasi
Seksi B dalam Kongres Bahasa Indonesia, yang dilangsungkan di Medan sejak tanggal 28 Oktober 1954 s.d. tanggal 2 November 1954, setelah membaca praeadvis Saudara Prof. Mr. A.G. Pringgodigdo dan setelah membaca serta mempertimbangkan praeadvis Saudara Mr. Koentjoro Poerbopranoto, mengambil kesimpulan- kesimpulan seperti teriring di bawah ini:
(1)  Supaya Pemerintah segera membentuk Panitia Negara, seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 145 UUDS, dengan ketentuan bahwa di samping tugas yang dimaksud dalam pasal tersebut, supaya kepada Panitia dibebankan juga kewajiban sebagai berikut.
(a)   Mengadakan pembetulan/penyempurnaan, yang dipandang perlu dalam bahasa Indonesia di dalam Undang-undang. Undang-Undang Darurat, Peraturan-Peraturan Pemerintah dan Peraturan-Peraturan Negara yang lain, misalnya:
i)      Kata "kebutuhan", sebab kata ini adalah kata cabul dalam bahasa daerah;
Umumnya, kata-kata cabul dari bahasa daerah janganlah dipergunakan.
ii)     Kata retributie (lihat Pasal 2 LN 1953 No. 4); demikian juga seperti kata-kata rel, ondernemeng dalam TLN No. 353, diimporteer, paberikasi rokok, di dalam TLN No. 350, legaliseer, aparatur, TLN 351, inrichting van het onderwijs TLN 351; umumnya kata-kata asing yang mudah mendapat penggantiannya jangan dipergunakan.
(b)  Memeriksa bahasa rancangan Undang-Undang Darurat, dan Peraturan-Peraturan Negara yang lain, sebelum ditetapkan.
(c)   Menjaga supaya istilah- istilah hukum bersifat tetap, terang, dan jangan berubah sebelum mendapat persetujuan Panitia tersebut.
(2)  Di dalam Panitia tersebut di Sub I didudukkan sebagai anggota selain daripada ahli-ahli hukum dan bahasa, juga ahli-ahli adat, ahliahli agama dan ahli-ahli hukum agama.
(3)  Di dalam Seksi Hukum dari Komisi Istilah hendaklah juga didudukkan ahli-ahli hukum agama sebagai anggota.
(4)  Untuk mencapai keseragaman istilah hukum yang dipakai dalam dunia ilmu hukum pada perguruan tinggi dan para sarjana hukum pada waktu-waktu yang tertentu mengadakan pertemuan.
(5)  Supaya pihak Pemerintah tetap memakai istilah yang sama untuk "satu pengertian hukum, misalnya: "atas kuasa Undang-Undang", (Undang-Undang Dasar Pasal 101 ayat 1) kontra "berdasarkan" dalam LN 1953 no. 4.
(6)  Supaya sesuatu istilah senantiasa ditulis dalam bentuk yang sama, misalnya: "diubah", "dirubah", "dirobah", (LN 1954 No. 39). LN 1953 No. 4 Pasal 1). "Dewan Pemerintah Harian", (TLN 353) kontra "Dewan Pemerintah Daerah", (UURI 1948 no. 22).
(7)  Menyetujui seluruhnya kesimpulan-kesimpulan dari no. 1 s/d 6, yang diperbuat oleh Saudara Mr. Koentjoro Poerbopranoto pada akhir praeadvisnya, yang berbunyi sebagai berikut.
(a)   Bahasa-hukum Indonesia adalah bahagian dari bahasa umum Indonesia yang meliputi lapangan hukum dalam masyarakat Indonesia dan pemeliharaan hukum serta penyelenggaraan pengadilan oleh instansi-instansi yang diakui oleh undangundang. Instansi-instansi itu adalah instansi-instansi resmi pengadilan, pun pula badan-badan atau petugas-petugas yang menurut adat dan agama diserahi penyelenggaraan hukum adat,
dan hukum agama, termasuk Pengadilan Swapradja (di mana masih ada).
(b)  Bahasa Indonesia dalam perundang-undangan dan administrasi adalah bahagian bahasa-hukum Indonesia tertulis, yang dipergunakan dalam perundang-undangan dan administrasi, yaitu oleh instansi-instansi resmi yang diserahi dengan penyelenggaraan administrasi dan pembuatan peraturan perundang-undangan, termasuk pengitaban hukum (codificatie) dan pencatatan hukum (rechtsregistratie).
(c)   Persoalan-persoalan mengenai bahasa Indonesia pada umumnya pula terhadap dan pengaruh pada bahasa hukum (termasuk pula bahasa perundang-undangan dan bahasa administrasi) kita.
(d)  Dalam mencari, menggali, menghimpun, dan membentuk istilah hukum Indonesia seyogyanya dipakai dasar:
(1)  bahan-bahan dari bahasa daerah yang meliputi seluruh daerah Hukum Indonesia;
(2)  kata-kata istilah dari bahasa asing yang menurut sejarah dan pemakaiannya sudah memperoleh kedudukan yang kuat dalam masyarakat Indonesia;
(3)  kata-kata istilah bentukan baru yang menurut perhitungan baik berdasarkan isinya maupun pengucapannya dapat diterima dan dipahami oleh masyarakat umum.
(e)  Dalam lapangan administrasi sangat besar gunanya kesamaan bentuk atau keseragaman guna melancarkan penyelesaian surat-menyurat dan memudahkan pemecahan soal yang dihadapi. Berhubung dengan itu lazimlah dipakai dalam administrasi cara penyelesaian soal yang disebut "afdoening volgens antecedent/ precedent".
(f)   Adalah satu keuntungan besar dalam sejarah kebudayaan bangsa kita bahwa sebagai salah satu hasil revolusi bangsa Indonesia telah dapat ditetapkan satu bahasa kesatuan dan bahasa resmi, yaitu bahasa Indonesia.

3.  Keputusan Seksi C: Bahasa Indonesia sebagai Bahasa ilmiah dan Kamus Etimologi Indonesia
Seksi C Kongres Bahasa Indonesia 1954, setelah dalam sidangsidangnya memperbincangkan praeadvis Prof. Dr. Prijohutomo tentang Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Ilmiah dan Kamus Etimologi Indonesia, mengambil keputusan/kesimpulan untuk disarankan kepada sidang Pleno Kongres yang dapat dirumuskan demikian ini.
(1)  Mengenai Bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmiah Kongres berpendapat:
(a)   Bahasa Indonesia dalam pertumbuhan dan perkembangannya ke arah kesempurnaan pada dewasa ini, tidaklah mengalami banyak kesukaran dalam pemakaiannya sebagai bahasa ilmiah.
(b)  Maka untuk lebih menyempurnakan bahasa Indonesia menjadi bahasa ilmiah dan kebudayaan di dalam arti seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya, perlu diciptakan iklim dan suasana sedemikian rupa sehingga bahasa tersebut dapat berkembang secara mulkus sempurna.
(c)   Iklim dan suasana tersebut hanya mungkin ada jika ditetapkan dengan tegas politik bahasa sebagai tindakan organik terhadap Pasal 4 UUDS yang berbunyi, "Bahasa Resmi Negara Republik Indonesia ialah Bahasa Indonesia". Di dalam politik itu sekurangkurangnya haruslah ditetapkan usaha-usaha yang nyata di dalam rangka pembangunan nasional antara lain sebagai berikut.
(i)    Pendirian Djawatan Penterjemah Negara yang kompeten, dengan diberi perlengkapan personalia, peralatan, dan keuangan yang cukup.
(ii)   Sikap terhadap kedudukan bahasa daerah, sebagai sumber kebudayaan dan kekayaan bahasa nasional.
(iii)  Sikap tegas terhadap bahasa asing, misalnya peninjauan kembali pengajaran bahasa Inggris di sekolah lanjutan yang sekarang dilakukan dengan secara meluas dan merata,
dengan kemungkinan menggantinya dengan sekolahsekolah bahasa asing (Foreign Linguistic Schools) untuk kepentingan negara dalam hubungan Internasional.
(iv)  Adanya mimbar kuliah bahasa Indonesia, bahasa-bahasa daerah, antara lain Melayu, Jawa, Sunda, Madura, Bali, Bugis, Minangkabau, bahasa-bahasa daerah Tapanuli,
Aceh, dll.
(v)   Adanya mimbar kuliah bahasa asing terutama bahasabahasa tetangga, misalnya bahasa Arab, Sanskerta, Urdu, Tionghoa, dll.
(vi)  Huruf Arab yang biasa disebut huruf Melayu supaya tetap diajarkan di sekolah-sekolah di daerah yang memakainya.

(2)  Mengenai ikhtiar untuk memperlengkap kata-kata yang diperlukan di dalam dunia ilmu pengetahuan dan kebudayaan, maka Kongres Bahasa Indonesia menganjurkan hal-hal beikut.
(a)   Istilah-istilah yang telah biasa dipakai saat ini diakui.
(b)  Istilah yang telah disiarkan oleh Komisi Istilah supaya disaring dengan jalan berpegang kepada pengertian keseluruhannya, dan tidak hanya merupakan penerjemahan kata-kata bahagiannya.
(c)   Semua istilah internasional dalam lapangan ilmiah dan kebudayaan diterima dengan ketentuan diselaraskan dengan lisan Indonesia, apabila perlu dan tidak merusak pengertiannya.
(d)  Untuk memperkaya perbendaharaan kata bahasa Indonesia, hendaklah terutama diambil kata-kata dari bahasa daerah dan bahasa yang serumpun.

(3)  Anjuran-Anjuran
(a)   Menganjurkan supaya para sarjana Indonesia mengadakan pertemuan-pertemuan keahlian untuk membahas ilmu pengetahuan dalam lapangannya dengan memakai bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar.
(b)  Menganjurkan kepada para sarjana untuk mengarang buku tentang keahliannya dalam bahasa Indonesia.
(c)   Menganjurkan kepada pemerintah untuk meberikan penghargaan dan honorarium yang cukup menarik untuk setiap karangan dan hasil keahlian dan kesusasteraan yang diterima.

(4)  Mengadakan perpustakaan untuk semua sekolah dan masyarakat yang cukup lengkap.

Mengenai praeadvis tentang Kamus Etimologis Indonesia, Kongres berpendapat supaya Pemerintah segera mendirikan sebuah Lembaga untuk menyusun Kamus Etimologis Indonesia.
Selanjutnya Panitia Perumus mengambil keputusan untuk mengusulkan supaya mengumumkan kepada masyarakat:
(a)   Pidato pembangkang utama Sdr. Hamka.
(b)  Pidato Herman Busser.
(c)   Pidato Prof. Dr. A.A. Fokker.

4. Keputusan Seksi D1: Bahasa Indonesia dalam Pergaulan Seharihari
(1)  Di dalam pergaulan sehari-hari, yaitu di dalam perhubungan antara manusia yang bersifat bebas di lapangan hidup yang bebas hendaklah senantiasa diusahakan dan diutamakan pemakaian Bahasa Indonesia sebanyak-banyaknya di dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
(2)  Untuk mencapai tujuan ini, haruslah ada usaha pengembangan Bahasa Indonesia yang dilakukan dengan insyaf dan menurut rencana yang teratur, berdasarkan kesadaran dan keyakinan berbahasa satu, disertai usaha penyempurnaan bahasa Indonesia yang harus dicantumkan sebagai acara penting dalam rangka pembangunan nasional.
(3)  Politik bahasa yang tegas yang mampu menyuburkan rasa cinta kepada bahasa Indonesia dan yang sanggup melenyapkan rasa kurang harga diri, terhadap bahasa asing, hendaklah mengatur kedudukan Bahasa Indonesia dan hubungan bahasa ini dengan bahasa-bahasa daerah, baik di sekolah, sejak dari sekolah rendah sampai ke perguruan tinggi ataupun di dalam masyarakat.
(4)  Sebagai dasar politik bahasa itu hendaklah ditetapkan:
(a)   Sesuai dengan UUDS RI bahasa resmi Negara Indonesia ialah bahasa Indonesia.
(b)  Pengembangan bahasa Indonesia tidak boleh bermaksud menahan perkembangan bahasa-bahasa daerah dan pengembangan bahasa-bahasa daerah tidak boleh pula bermaksud menolak bahasa Indonesia.
(5)  Guna memudahkan dan melancarkan perkembangan bahasa Indonesia menjadi bahasa pergaulan sehari-hari bagi seluruh bangsa Indonesia sebagai bahasa-ibunya, haruslah ada bimbingan yang nyata pada pertumbuhan dan pembinaan bahasa Indonesia itu.
(6)  Oleh karena itu, seksi menganjurkan supaya dibentuk suatu Lembaga Bahasa Indonesia yang antara lain dapat diberi tugas sebagai berikut.
(a)   Mengadakan usaha-usaha pemakaian bahasa Indonesia yang meluas dan mendalam di segala lapangan hidup dan untuk segala lapisan masyarakat.
(b)  Mengadakan usaha mempertinggi nilai dan mutu bahasa Indonesia dengan memberikan bimbingan yang tegas dalam penggunaan bahasa Indonesia.
(c)   Dalam waktu sesingkat-singkatnya menyusun suatu tata bahasa Indonesia yang bersahaja dan normatis, terutama untuk dipakai di sekolah-sekolah.
(d)  Mengusahakan kesempurnaan ejaan bahasa Indonesia.
(e)  Mengusahakan adanya penghargaan yang sewajarnya dari dunia luar.
(7)  Sekolah-sekolah rakyat yang merupakan persemaian benih-benih bahasa pergaulan sehari-hari dalam bentuk yang semurni-murninya di samping usaha pemberantasan buta huruf yang dijalankan dengan mempergunakan semacam basik Indonesia, dan radio, film serta persurat-kabaran haruslah dengan insyaf membantu sekuatkuatnya perkembangan dan pembinaan bahasa Indonesia itu.
Untuk menjamin pemakaian bahasa Indonesia yang baik di lapangan tersebut di atas, mestilah ada penelitian dan pengawasan yang saksama oleh Lembaga Bahasa Indonesia dan Pemerintah.

5. Keputusan Seksi D2: Bahasa Indonesia dalam Prosa dan Puisi
Seksi D Kongres Bahasa Indonesia 1954, dengan menyesalkan tidak diundangnya para sastrawan Indonesia, setelah dalam sidangnya memperbincangkan praeadvis Bahrum Rangkuti tentang "Bahasa Indonesia dalam Prosa dan Puisi", mengambil keputusan-keputusan yang dapat dirumuskan sbb.
(1)  Beda bahasa Indonesia dari bahasa Melayu nyata sekali dalam prosa dan puisinya, jadi dalam kesusasteraannya. Dapatlah dikatakan bahwa bahasa Indonesia dalam kesusasteraannya lebih banyak variasinya dari bahasa Melayu dalam seni prosa dan puisinya. Meskipun begitu masih banyak jenis kesusasteraan Melayu klasik yang patut menjadi perhatian, bahkan mungkin menjadi perangsang bagi perkembangan kesusasteraan bahasa Indonesia.
(2)  Perlu diadakan Balai Penerjemahan Sastra yang bertugas mengusahakan terjemahan hasil-hasil sastra dunia dan sastra daerah Indonesia.
(3)  Perlu dilakukan penyelidikan yang luas dan mendalam tentang kesusasteraan bahasa-bahasa Indonesia dan hasil kesusasteraan bahasa-bahasa tetangga (India, Farsi, Arab, dsb.) yang zat-zatnya ada mengesahkan pengaruh pada sastra Melayu klasik ataupun Indonesia modern.
(4)  Perlu diterbitkan naskah kepustakaan Melayu klasik di samping hasil-hasil kesusasteraan Indonesia modern. Demikian juga berbagai pendapat para sarjana dan sastrawan mengenai hasil kesusasteraan Melayu klasik dan bahasa Indonesia yang tersebar di berbagai majalah, naskah dan buku.
(5)  Perlu diusahakan buku-buku yang menguraikan stilistik bahasa
Indonesia dengan memperhatikan sifat dan luasan kesusasteraan Indonesia dan penyelidikan yang luas tentang logat bahasa Melayu di berbagai daerah Nusantara (termasuk tanah Melayu) untuk mengetahui inti hakikat proporsi bahasa Indonesia.
(6)  Perlu diwujudkan perpustakaan kesusasteraan yang lengkap di sekolah, baik rendah, lanjutan maupun seterusnya.
(7)  Perlu ada usaha menggiatkan tunas muda kesusasteraan  Indonesia, antaranya sekolah sandiwara, deklamasi, dsb.

6. Keputusan Seksi D3: Bahasa Indonesia dalam Film
(1)  Yang dimaksud dengan bahasa film ialah salah satu alat pengutaraan pikiran, perasaan, kehendak dll.
Yang dimaksud dengan bahasa dalam film ialah salah satu unsur bahasa film di samping gambaran dan bunyi-bunyian lain. Bahasa dalam film dapat terdiri dari percakapan, komentar, penceritaan, dll.
(2)  Film diakui sebagai salah satu alat penting untuk menyebarkan dan mengembangkan bahasa Indonesia serta membuat bahasa Indonesia populer di kalangan segala lapisan masyarakat di seluruh tanah air.
(3)  Film dapat membantu proses pertumbuhan bahasa Indonesia umum a.l. dengan menerjemahkan bahasa-bahasa daerah, baik dalam idiomnya, istilahnya, cara pengucapannya, dll. ke dalam bahasa Indonesia.
(4)  Tidaklah sewajarnya diadakan suatu paksaan untuk mendapatkan bahasa Indonesia yang sejenis (uniform) untuk film karena dalam menciptakan sebuah film haruslah disesuaikan bahasanya dengan ragam cerita, yang berbeda-beda menurut suasana dan daerah juga karena paksaan semacam itu bertentangan dengan dasar penciptaan seni secara bebas.
(5)  Menganjurkan kepada pembuat-pembuat film untuk memakai bahasa Indonesia yang baik, yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai suatu hasil penciptaan seni yang sempurna.
(6)  Karena fungsinya yang penting itu, sewajarnyalah persoalan film lebih banyak mendapat perhatian dari Pemerintah, terutama dari Kem PP dan K dengan cara menjalankan politik film yang lebih aktif.
(7)  Supaya teks terjemahan film luar negeri diperhatikan oleh Panitia Sensor Film.
(8)  Untuk menjaga pemakaian bahasa Indonesia yang baik dalam film supaya bahasa dalam film itu melalui Panitia Sensor Film Indonesia.

7. Keputusan Seksi E: Fungsi di dalam Pers, Bahasa Indonesia dalam Pers dan Bahasa Indonesia dalam Penyiaran Radio
Seksi E dari Kongres Bahasa Indonesia yang bersidang pada tanggal 30 dan 31 Oktober 1954 bertempat di Balai Wartawan dan Balai Polisi di Medan, setelah menerima baik praeadvis 2 tentang Fungsi Bahasa di dalam Pers, Bahasa Indonesia dalam Pers dan Bahasa Indonesia dalam Penyiaran Radio, dengan suara bulat telah memutuskan untuk menganjurkan kepada sidang Kongres supaya mengambil  resolusi tentang bahasa Indonesia dalam pers dan radio, sebagai berikut.

Resolusi tentang
Bahasa Indonesia dalam Pers dan Radio

Memperhatikan:
Tujuan Kongres yang dimaksudkan meninjau kedudukan dan kegunaan bahasa Indonesia dalam segenap lapangan hidup, baik sebagai bahasa pergaulan maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan, agar menjadi pegangan bagi penyelidikan selanjutnya di negeri kita dan akan berharga pula bagi penyelidikan bahasa di negara-negara tetangga.

Mengingat:
(1)  Pers dan radio bertugas melaksanakan alat hubungan semesta
(mass-communication),
(2)  Bahasa itu merupakan alat daripada pers dan radio
(3)  Alat dari pers dan radio Indonesia adalah bahasa Indonesia
(4)  Tata bahasa pada hakikatnya melukiskan pertumbuhan bahasa di dalam masyarakat (deskriptif) dengan teliti.

Menimbang:
(1)  Pers dan radio wajib dan berhak melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya,
(2)  Bahasa sebagai alat pers dan radio harus dibuat seefektif-efektifnya atau dijadikan sebaik-baiknya,
(3)  Kebaikan bahasa sebagai alat pers dan radio terletak pada sifat mudah dan jelas,
(4)  Sifat mudah dan jelas itu terjadi jika mengikuti pertumbuhan bahasa dengan timbulnya kata-kata, langgam-langgam, gaya dan ungkapanungkapan baru di dalam masyarakat.

Menyatakan pendapat sebagai berikut.
(1)  Bahasa Indonesia di dalam pers dan radio tak dapat dianggap sebagai bahasa yang tak terpelihara dan rusak,
(2)  Bahasa Indonesia di dalam pers dan radio adalah bahasa masyarakat umum yang langsung mengikuti pertumbuhan sebagai fungsi masyarakat,
(3)  Pers dan radio hendaknya sedapat mungkin berusaha memperhatikan tatabahasa yang resmi,
(4)  Menganggap perlu supaya dianjurkan adanya kerja sama yang lebih erat antara pers dan radio dengan Balai-Balai Bahasa.
Medan, 1 November 1954
1. Mr. Mahadi
2. Dr. A. Sofjan
3. Prof. Prijana
Catatan
Latar belakang Kongres Bahasa Indonesia Pertama di Solo itu termuat dalam buku Sumanag, sebuah biografi oleh Soebagijo I.N. Prasaran tokoh-tokoh bahasa dalam Kongres Bahasa Indonesia Pertama dimuat dalam Hasil Kongres Bahasa Indonesia Pertama dan Kongres Bahasa Indonesia Kedua yang diterbitkan oleh Lembaga Linguistik Fakultas Sastra Universitas Indonesia (1978).
Segala sesuatu tentang Kongres Bahasa Indonesia Kedua di Medan dapat diketahui dengan membaca majalah Medan Bahasa Jilid IV (1954), majalah Pembina Bahasa Indonesia Jilid VII (1955), buku Kongres Bahasa Indonesia di Medan peristiwa yang tiada bandingannya terbitan Djambatan (1955), dan buku Kongres Bahasa di Kota Medan 28 Oktober2 November 1954 terbitan Panitia Penyelenggara Kongres, Djawatan Kebudayaan Kementerian PPK (1955).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar