Oleh : Irfan Bahiuddin
Seorang anak termangu berjalan menyusuri kolam ikan.
Besok dia harus pindah sekolah. Dia harus meninggalkan teman-teman akrab di
sekolah, yang berada tak jauh dari rumah Kakeknya. Kini, dia harus menyiapkan
diri untuk berkenalan dengan teman-teman baru yang sama sekali belum
dikenalnya. Dia harus tinggal di rumah kecil yang masih beralaskan tanah dan dikelilingi oleh kolam ikan gurami. Aduh,
pikirnya, dia tidak bisa menggambar di lantai seperti yang dilakukan tempat
Kakeknya karena alasnya sudah disemen sehingga dapat digambar dengan kapur.
Akan tetapi, takdir akan membuat anak ini larut dalam takdir yang lain.
Bukanlah hobi menggambar yang akan dia jalani, bukanlah hobi untuk bermain
mobil-mobilan, robot-robotan yang akan
dia jalani. Dia akan mengalami wisata pemahaman tentang berbagai bacaan. Salah
satu bacaan yang jadi favorit dia dan membekas adalah bacaan tentang
kisah-kisah umat Islam di jaman dahulu. Mari kita ikuti wisata pemahaman si
anak tentang berbagai bacaan.
Saat itu kelas tiga SD, saat seorang anak masih cinta
dengan dunia bermain. Ayah dan Ibunya sering membawakan bacaan-bacaan dengan
berbagai genre. Terkadang, dibawakan buku cerita/novel untuk anak, tentang
perbintangan, tentang dunia hewan, tentang keterampilan, tentang wayang dan
buku tentang keagamaan. Saat itulah pertama kali berkenalan dengan buku cerita
Nabi-Nabi. Entah mengaapa terasa kurang berkesan dan terasa hanya seperti
dongeng. Akan tetapi, di saat yang berbeda orang tua membawakan buku-buku
tentang cerita sahabat-sahabat Nabi Shalallaahu
‘alaihi wa sallam. Bahasanya masih sederhana disertai ilustrasi yang
sedikit. Bukunya cukup tebal sehingga butuh waktu lama untuk membacanya. Satu
per satu cerita pun anak ini lahap. Setelah membaca perjuangan para Shahabat Nabi Shalallaahu ‘alaihi wa sallam, terasa berkesan sekali dan tergores
dengan kuat di pikiran seorang anak yang masih polos tersebut. Di antara
sahabat-sahabat tersebut adalah Khabbab bin Al-Arat yang tetap tegar dengan
segala penyiksaannya, Muadz bin Jabal yang ‘ngotot’ berusaha mengislamkan ayah
temannya, Zaid bin Tsabit dengan kecerdasannya, Salman Al-Farisi dengan
perjuangannya untuk mencari kebenarannya, Khubaib Ar-Rumi yang mau meninggalkan
segala usahanya untuk hijrah, dan masih banyak lagi sahabat yang berkesan.
Di babak dua, anak ini mengenal sejarah Islam ketika
kelas 5 SD. Ketika kelas 5 SD, lemari buku di rumah selalu di acak-acak lalu
ditata ulang. Lama-kelamaan hal ini menjadi kebiasaan. Setiap menata buku sudah
dapat dipastikan membutuhkan berjam-jam untuk menyelesaikan. Hal ini disebabkan
setiap ada buku yang menarik, selalu di pelototin dahulu sampai ‘Si Penata
Kecil’ puas melahapnya. Di antara sekian buku yang menarik saat itu, ada
beberapa buku yang pantas digaris bawahi dan selalu menarik untuk membaca
ulang, bahkan sampai saat ini pun. Buku-buku tersebut adalah sejarah kebudayaan
Islam pada zaman empat khalifah, Sejarah dan kebudayaan Islam pada zaman Bani
Umayah, Sejarah dan Kebudayaan Islam pada Zaman Bani Abbasiyah, Sejarah dan kebudayaan
Islam pada zaman Bani Fatimiyah, Bani Umayah Spanyol, dan Afrika utara, Sejarah
dan Kebudayaan Islam pada zaman Turki Utsmani, Sejarah dan kebudayaan Islam di
Asia Tenggara, kumpulan Brosur Tarikh 1-50, Kumpulan Brosur Akhlaqul Karimah,
Kumpulan Brosur Halal Haram dalam Islam. Buku-buku sejarah kebudayaan Islam tersebut berasal dari sisa-sisa buku
PGA (Pendidikan Guru Agama) Ibu. Ternyata bukunya lebih dinikmati anaknya dari
pada dinikmati oleh Ibunya. Sedangkan, buku kumpulan brosur (akhlaqul karimah, ibadah, tarikh) adalah
hasil susah payah dari Bapaknya yang menjilidkan brosur yang diterima setiap
hari ahad sejak mulai mengaji sampai sekarang.
Apa yang istimewa dari buku-buku tersebut? Kisah
kebudayaan Islam merupakan ringkasan sejarah dalam bentuk poin-poin yang berisi
tentang daerah penyebaran Islam pada khalifah tertentu, perkembangan
peradabannya, dan kemajuan yang dicapai oleh masing-masing khalifah pada setiap
lini. Dengan sajian yang sederhana tersebut, tergugahlah sebuah kesadaran bahwa
Islam mempunyai sejarah besar dan lama. Sejarah dan kebudayaan Islam tidak
kalah dengan peradaban Babilonia, peradaban fir’aun, peradaban Romawi, dan
peradaban Persia. Kenapa hal ini tidak disinggung dalam pelajaran sejarah kita?
Begitulah yang dipikirkan Si ‘Pembaca kecil’.
Kumpulan Brosur mempunyai kesan tersendiri, Saat itulah
pertama kali si ‘Pembaca Kecil’ berinteraksi dengan hadis dan merasakan bahwa
amalan-amalan ini harus diamalkan. Terkadang, ada beberapa hal yang belum dapat
dipahami terutama di Brosur seri ‘Halal Haram dalam Islam’ dan ‘Thaharoh’.
Sebenarnya hal ini dapat dimaklumi karena memang belum cukup umur. Silahkan
Pembaca mencari informasi sendiri tentang apa isi dari brosur seri tersebut,
hehe.
Kelas 6, pada waktu membedah buku-buku di rumah.
Menemukan yang lebih menawan hati. Buku itu bercerita tentang kisah Umar bin
Khaththab dan Ali bin Abi Thalib radhiallaahu ‘anhumaa. Sangat berbekas, dan
akhirnya membuat diri si ‘Pembaca Kecil’ ingin mencontohkan keduanya.
Perjuangan kedua sahabat utama tersebut tak terbantahkan kemaksimalannya. Umar
dengan karakter yang sangat keras tapi menangis ketika diingatkan tentang azab
di neraka. Ali yang merupakan pemuda yang pertama masuk Islam dan siap mati
untuk menggantikan Nabi Shalallaahu
‘alaihi wa sallam di tempat tidurnya ketika beliau Shalallaahu ‘alaihi wa sallam akan hijrah.
Terkadang si Anak melihat buku Riyadhush Shalihin dan Kumpulan Hadis Qudsi. Tetapi, si ‘Pembaca
Kecil’ belum berniat melahapnya. Tetapi, buku tersebut akan di lahap pada waktu
dia liburan di masa SMP dan SMA nya. Yang Jelas, si ‘Pembaca Kecil’ harus
berterima kasih kepada orang tuanya karena disediakan berbagai fasilitas untuk
membina dirinya sejak dini (walau tanpa bermaksud membina dirinya).
Hmm, sepertinya kisah si Pembaca Kecil harus berhenti di
sini. Walau kisah berhenti di sini, Si Pembaca Kecil tetap melanjutkan wisata
bacaannya sampai dia kuliah. Tentu kualitas bacaan meningkat seiring dengan
pemikiran si Anak. Terlalu banyak buku bermanfaat di dunia ini, sungguh sayang
kalau kita tidak membaca sedikit dari padanya. Karena keterbatasan, maka
manusia harus pandai memilih mana buku-buku yang lebih pantas dibaca dan mana
tidak. Dengan buku, seseorang bisa jadi baik, buruk, semakin beriman, bahkan
kafir. Oleh karena itu, berikan si Pembaca Kecil milikmu atau yang akan kamu miliki dengan buku yang baik, walau kamu
sendiri tidak membacanya.
Mantan si ‘Pembaca Kecil’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar